Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru adalah Agen Perdamaian

Kompas.com - 06/10/2010, 07:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru perlu aktif mempromosikan nilai-nilai kewarganegaraan, perdamaian, dan keberagaman. Sebab, guru mengemban misi menyiapkan generasi penerus bangsa yang bertanggung jawab.

Guru juga harus membekali muridnya dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan hidup.

Hal itu merupakan bagian dari seruan bersama para pemimpin lembaga internasional untuk memperingati Hari Guru Internasional yang jatuh pada hari Selasa (5/10/2010).

Seruan bersama di Jakarta itu datang dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa- Bangsa (UNESCO), Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef), Program Pembangunan PBB (UNDP), Organisasi Buruh Internasional, dan Education International.

Para guru berperan untuk membangun harapan bangsa yang ingin memiliki generasi cinta damai dan hidup harmonis dalam keragaman. Sebab, banyak anak-anak saat ini mengalami trauma akibat menyaksikan kekerasan yang ekstrem, mengalami kehancuran rumah, dan kehilangan anggota keluarga.

Seruan dunia kepada guru itu, kata Ketua Umum Federasi Guru Independen Indonesia Suparman, amat relevan dengan kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini. Guru perlu ikut aktif memulihkan kondisi sosial masyarakat dengan mengampanyekan penghentian segala bentuk kekerasan dan konflik. Di sekolah, guru harus menerapkan sikap antidiskriminasi dan memahami keberagaman.

Pengamat pendidikan HAR Tilaar mengatakan, gesekan-gesekan sosial sering terjadi sebagai konsekuensi masyarakat Indonesia yang semakin tidak mengenal budaya Nusantara.

Pendidikan nasional tidak lagi memperkuat kebudayaan bangsa yang seharusnya diajarkan di sekolah. Ini terjadi karena pemerintah tak lagi menyatukan kedua unsur itu dalam satu departemen: pendidikan dan kebudayaan.

Tilaar menegaskan perlunya memperkuat pendidikan multikulturalisme di sekolah. Upaya itu penting untuk membentuk generasi muda yang mampu menghargai perbedaan budaya, agama, dan suku, serta keragaman lainnya.

”Pendidikan yang didesentralisasikan justru bisa mengancam. Bagaimana mau menyatukan bangsa Indonesia kalau guru terpaku di satu daerah. Ini karena guru sekarang jadi milik bupati atau wali kota,” katanya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau