Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Lisan Jadi Bahan Ajar

Kompas.com - 22/11/2010, 03:38 WIB

Pangkal Pinang, Kompas - Kementerian Pendidikan Nasional berjanji menjadikan tradisi lisan sebagai salah satu bahan ajar untuk pengembangan karakter bangsa. Kearifan lokal dalam tradisi lisan diyakini bisa kembali menyadarkan pentingnya kehidupan multikultural.

Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal saat membuka Seminar Internasional Tradisi Lisan VII di Pangkal Pinang, Sabtu (20/11), menjanjikan, Kementerian Pendidikan Nasional akan menjadikan tradisi lisan Nusantara sebagai salah satu bahan ajar. Lembaga Peningkatan Mutu Pendidikan di bawah Kementerian Pendidikan Nasional akan dilibatkan untuk menggagas kompetensi guru dan tenaga pendidik yang dibekali pengetahuan soal tradisi lisan lokal.

”Guru jadi punya pintu masuk yang relevan bagi pengembangan karakter bangsa,” ujarnya. Saat ini Kementerian Pendidikan Nasional bekerja sama dengan Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) memberi beasiswa program master dan doktoral di luar dan dalam negeri bagi mereka yang tertarik melakukan kajian tradisi lisan.

Dia mengakui pentingnya tradisi lisan sebagai salah satu stimulus bagi pengembangan pendidikan anak usia dini. Tradisi lisan membantu anak didik, terutama di usia dini, mengembangkan mimpi dan karakter mereka saat dewasa.

Menurut dia, karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa yang multikultur dan menghargai keharmonisan mestinya bisa dibentuk sejak awal jika tradisi lisan tetap hidup dan menjadi stimulus setiap anak didik.

”Anak ketika lahir sudah diberkati Tuhan dengan 100 miliar sel otak. Saya membayangkan tradisi lisan yang sudah embedded dalam kultur bangsa ini bisa menjadi stimulus bagi pengembangan sel-sel otak anak. Kalau sel-sel otak ini distimulasi dengan kekayaan dalam tradisi lisan Nusantara, mereka tidak akan mati, dan menyelamatkan anak Indonesia dari kebodohan,” papar Fasli.

Disharmoni

Ketua ATL Pudentia Maria Purenti Sri Sunarti mengakui, disharmonisasi masyarakat multikultural di Indonesia akhir-akhir ini sebenarnya akibat dari mulai hilangnya tradisi lokal. Pudentia mengatakan, tradisi lisan yang hidup di masyarakat sejak lama, seperti Pela Gandong di Maluku, sebenarnya mengajarkan harmonisasi dalam kehidupan masyarakat majemuk. Namun, hilangnya tradisi lisan di banyak tempat membuat disharmonisasi dalam masyarakat majemuk di Indonesia mudah terjadi.

Guru Besar Tamu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Dick van Der Meij yang menjadi salah satu pembicara mengungkapkan, proyek revitalisasi tradisi lisan tak boleh kaku jika menyangkut pelibatan anak didik. Dia mencontohkan, tradisi lisan tak harus dipertahankan dalam bentuk bahasa asal atau bahasa Indonesia yang baku dalam pengajarannya. ”Tetapi harus juga menggunakan bahasa anak muda atau bahasa gaul mereka agar pesan penting tradisi lisan bisa tersampaikan,” katanya.

Kemiskinan jadi ancaman

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com