Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyelamatkan Ibu Kota Negara

Kompas.com - 02/12/2010, 02:57 WIB

Emil Salim Untuk menyelamatkan ibu kota negara dari macet lalu lintas, banjir, dan lain-lain, Presiden mengajak masyarakat membahas tiga alternatif pilihan kelayakan ibu kota negara.

Ketiga pilihan: tetap di Jakarta dengan mengoptimalkan infrastruktur, memisahkan pusat pemerintahan dari ibu kota negara, atau memindahkan ibu kota ke tempat lain. Berikut catatan saya menanggapi seminar UI dan Universitas Paramadina baru-baru ini menyambut ajakan Presiden.

Pikiran yang berkembang cenderung memilih alternatif agar ibu kota negara tetap di Jakarta dengan mengoptimalkan infrastruktur. Yang gawat perlu diatasi segera: kemacetan yang kelak berhenti total akibat kepadatan mobil di 2014. Pertumbuhan kendaraan 8,1 persen setahun memadati jalan yang bertambah hanya 0,01 persen setahun (2004-2009). Pengangkutan pribadi 98,5 persen mendominasi semua kendaraan, pengangkutan umum hanya 1,5 persen.

Program tindak yang segera bisa menaikkan jumlah bus kota berbahan bakar gas (BBG) adalah merampungkan stasiun pompa BBG sebanyak mungkin untuk mengurangi waktu antre pengisiannya. Beda harga dan jaminan pemasokan BBG antara Perusahaan Gas Negara, Pertamina, dan Pemerintah DKI Jakarta direncanakan dapat ditanggung lagi Desember ini sehingga bisa melancarkan pemasokan BBG dan menaikkan operasi bus BBG.

Alih waktu

Waktu operasi truk alat berat yang memadatkan jalan perlu dialihkan dari pagi-sore ke malam. Dibukanya pelabuhan laut Tanjung Priok dan pelabuhan udara Cengkareng dengan aparat pabean dan keamanan di malam hari—dengan insentif upah-gaji menarik—akan lebih mengoptimalkan penggunaan infrastruktur selama 24 jam sehari.

Kementerian BUMN dapat memelopori usaha memindahkan kantor pusat BUMN ke luar Jakarta seperti Bulog, Pertamina, Aneka Tambang, Perhutani, Inhutani, Perkebunan, dan Angkasa Pura untuk mengurangi secara berarti kemacetan lalu lintas Jakarta dan mendorong pembangunan daerah di luar Jakarta.

Rakor antarinstansi Oktober yang dipimpin wakil presiden menyepakati 17 langkah mengatasi kemacetan, empat langkah penanganan, dan delapan rencana aksi showcase yang pelaksanaannya dikoordinasikan Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Kuntoro Mangkusubroto. Program ini cukup komprehensif dan dapat lebih mengoptimalkan infrastruktur mengatasi kemacetan jalan.

Pembangunan Jakarta selama ini terarah pada usaha meladeni terlalu banyak fungsi kota: fungsi pemerintahan pusat, perdagangan, industri, perhubungan, pendidikan, kebudayaan, pariwisata, kesehatan, investasi. Berbagai fungsi ini menciptakan banyak lapangan kerja dan jadi daya tarik kuat penduduk mencari kerja di Jakarta, tetapi bertempat tinggal di kawasan Debotabek.

Andai pelabuhan udara tak dipindahkan dari Kemayoran ke Cengkareng dan kampus UI tak dipindahkan dari Salemba ke Depok, kemacetan luar biasa akan timbul ke Kemayoran dan Salemba. Pemindahan itu kini menguntungkan Karawang dan Depok. Logika serupa kini harus diulang dengan menyebarkan berbagai fungsi yang kurang terkait peran ibu kota ke Debotabek, disertai insentif pindah dari pemda Jakarta bersama pemda Debotabek dan pemerintah pusat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com