Namun, kenyataan secara luas tetap memperlihatkan, studi atau pendalaman terhadap peran, posisi, atau fungsi sastra anak dalam masyarakat masih sangat minim. Pengarang-pengarang yang begitu dedikatif pada jenis sastra ini tidak pernah tercatat dalam deretan pengarang utama negeri ini. Sastrawan macam Aman, Julius Sijaranamual, Toha Mohtar, Dwianto Setyawan, misalnya, bukanlah nama-nama yang dirasa pantas dijajarkan dengan nama-nama bertinta emas, seperti Sutan Takdir Alisjahbana, Chairil Anwar, atau Pramoedya A Toer.
Dalam sejarahnya, sastra anak sebenarnya memiliki peran yang cukup penting dalam membentuk watak seseorang yang berimbas pada cara berpikir hingga perilakunya dalam kehidupan dewasanya.
Jangan sampai kita mengalami kegalauan dan kerancuan terhadap diri kita sendiri hanya karena kita telah ”membunuh” sastra anak sebagai masa lalu kita. Imajinasi anak-anak yang terpasung atau terbunuh adalah sebuah kematian prematur dari kemampuan fantasional, ide-ide, dan visi kita pada masa berikutnya; kematian inti dari sebuah kebudayaan.
Burhan Nurgiyantoro (2005) sebenarnya pernah mencatat, bagaimana kontribusi sastra anak dalam perkembangan emosional, intelektual, imajinasi, rasa sosial, rasa etis, serta religiusitas dari seseorang atau sebuah komunitas. Namun, penelitian seperti itu —yang begitu minimnya—sangatlah tidak memadai untuk mengetahui dari mana sebenarnya gairah penemuan, daya kreatif, perkembangan sebuah bahasa, wawasan multikultural, hingga sebuah nasionalisme itu bersemi. Sastra anak adalah salah satu sumber terpenting untuk kesadaran itu.
Kapan kesadaran ini akan muncul? Ketika dunia imajinasi kita kini hanya dipenuhi oleh materi-materi dan pragmatisme yang membuat visi kita berjangkauan sangat pendek? Apalagi pemerintah sebagai pemeran utama juga hampir tidak menolehkan perhatian dan kebijakan di masalah ini. Apakah harus menunggu kenyataan di mana kita sadar bahwa sumur imajinasi kita yang dahulu tanpa dasar kini telah mendangkal oleh timbunan materi, hedonisme, dan pragmatisme? Bukan kita yang menderita akhirnya. Tapi anak-anak kita.