Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Efek Domino Ujian Nasional

Kompas.com - 14/02/2011, 15:09 WIB

Oleh Atiya Mahmud Hana

KOMPAS.com - Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan potensi dirinya. Hal itu untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan (UU Sisdiknas).

Dalam prosesnya, pendidikan formal menempatkan pendidik memiliki peran vital yang tak tergantikan. Tidak hanya merencanakan pembelajaran, kemudian melaksanakan proses pembelajaran, tapi juga mengevaluasi hasil belajar peserta didik.

Akan tetapi, peran mengevaluasi hasil belajar peserta didik seakan tidak berguna ketika ujian nasional (UN) ditetapkan sebagai standar kelulusan. Mereka tak punya hak untuk memutuskan seorang siswa dapat lulus atau tidak. Padahal, pendidiklah yang sebenarnya mengetahui kemampuan peserta didiknya, mana yang layak lulus dan yang tidak.

Kecemasan memuncak sebelum kalender pendidikan berakhir setiap tahunnya. Di antara penyebabnya adalah UN yang menetapkan standar nilai kelulusan sebagai “vonis” lulus tidaknya siswa dalam menempuh studinya.

Vonis di atas mengharuskan warga sekolah (siswa, guru, dan orang tua) berfikir cerdas agar tidak gagal dalam UN. Segala macam cara dilakukan sekolah, di antara memberikan jam tambahan dan beberapa try out.

Respon siswa bermacam-macam. Ada yang semangat karena ingin lulus, tapi juga tak sedikit yang menganggap hal tersebut malah terlalu berlebihan.

Tak kalah dari sekolah, orang tua pun berusaha mempersiapkan anak-anak mereka dalam menghadapi UN dengan memasukkan mereka ke dalam bimbingan belajar meskipun di sekolah sudah ada jam tambahan. Dengan begitu, siswa hanya mempunyai sedikit ruang untuk berkreasi menjelang UN.

Di sisi lain, sampai sejauh ini pelaksanaan UN yang notebenenya sebagai peningkatan mutu pendidikan masih dihiasi berbagai permasalahan dalam pelaksaannya. Mulai dari kesulitan distribusi soal di beberapa daerah sampai kecurangan di beberapa pihak yang seakan tidak menghargai esensi proses pembelajaran. Mereka hanya memikirkan kuantitas tanpa memperdulikan kualitas peserta didik. Entah bagaimana mental generasi muda nantinya kalau mereka melakukan kecurangan yang justru akan menjerumuskan mereka?

Formula baru UN

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau