Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kependudukan Dosen Asing di Medan Ribet

Kompas.com - 03/03/2011, 20:32 WIB

MEDAN, KOMPAS.com — Sistem administrasi bagi mahasiswa atau dosen asing yang hendak belajar atau mengajar di dalam negeri dinilai masih sangat birokratis. Selain ketentuan lapor di berbagai instansi pemerintah, waktu pengurusan dokumen tidak jelas, dan biaya tambahan yang harus dikeluarkan pun tidak jelas.

Ribetnya pengurusan administrasi kependudukan ini dikhawatirkan akan membuat ketertarikan mahasiswa asing menempuh studi di Indonesia menurun.

Hal ini mencuat dalam pertemuan perihal pelayanan dan pengawasan bagi orang asing secara administrasi yang diselenggarakan Pemerintah Kota Medan bersama instansi terkait, seperti Universitas Sumatera Utara, Imigrasi, Kementerian Pendidikan, dan kepolisian. Kamis (3/3/2011).

Pembantu Rektor IV Universitas Sumatera Utara Prof Dr Ningrum Sirait mencontohkan ribetnya pengurusan administrasi mahasiswa atau dosen yang menempuh studi atau mengajar di universitas. Di Imigrasi, mahasiswa asing atau dosen asing yang datang ke Indonesia dengan menggunakan Visa Kunjungan Sosial Budaya (VKSB) harus mengalihkan status menjadi Visa Tinggal Terbatas (Vitas). Proses pengalihan ini memakan waktu lama.

Sementara mahasiswa asing atau dosen asing yang datang ke Indonesia dengan menggunakan Vitas, proses pengalihan Kartu Izin Tinggal Terbatas (Kitas) hanya memakan waktu tiga hari. Sementara Surat Izin Studi dari Dikti yang diperlukan untuk memproses Kitas memakan waktu dua sampai tiga bulan.

Sedangkan di kepolisian, mahasiswa atau dosen harus melapor ke Polres untuk mendapatkan Surat Tanda Melapor atau Surat Tanda Melapor Diri (STM/STMD). Setelah itu, mahasiswa atau dosen harus mengurus Surat Keterangan Lapor Diri/Yellow Card yang diproses di Mabes Polri melalui Polda.

Sementara batasan waktu untuk memproses STM/STMD hanya 1 x 24 jam setelah tiba di Indonesia. Sedangkan untuk memproses SKLD jangka waktunya 30 hari setelah Kitas terbit. Mereka yang terlambat mengurus surat-surat itu akan terkena sanksi administratif dan pidana, tetapi tidak jelas besaran denda yang ditentukan. Sedangkan pada pemerintah daerah setempat, mahasiswa juga harus melapor untuk mendapatkan surat keterangan tempat tinggal.

Kapolda Sumut Irjen Oegroseno mengatakan, pelayanan bagi mahasiswa asing diakuinya sangat berlebihan. Padahal, di luar negeri, seperti dirinya saat menempuh studi di Jepang, mahasiswa hanya mendapat residential card atau KTP sementara.

Oegroseno mengatakan, pendataan mahasiswa asing semestinya bisa lewat satu pintu saja, tetapi data bisa diakses banyak lembaga, seperti polisi dan pemda. "Jika tinggal sementara, mereka bisa mendapatkan KTP sementara," kata Kapolda.

Oegroseno mengakui selama ini koordinasi antar-instansi belum dirasakan. "Masih sekadar data saja, ke depan perlu aktualisasi," tutur Oegroseno.

Perwakilan Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri Ditjen Dikti Joko Nugroho mengakui pengurusan administrasi kependudukan bagi mahasiswa asing memunculkan jasa yang berbiaya tinggi. Ia menyambut baik langkah Sumut untuk menyederhanakan proses administrasi bagi mahasiswa asing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com