Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ke Mana Arah Prioritas Pendidikan Nasional?

Kompas.com - 31/03/2011, 03:31 WIB

Kelihatannya masih relevan ditelaah laporan Katarina Tomasevski, Special Rapporteur PBB (2001), yang mengkaji mutu pendidikan di Indonesia. Ia mengungkapkan, mutu pendidikan kita amat rendah. Meski gaji guru dinaikkan dua-tiga kali lipat, kebijakan itu tetap tak berdampak pada perbaikan mutu.

Alasannya, jam mengajar guru hanya rata-rata 2,5 jam per hari atau 15 jam per minggu. Akibatnya, sulit ditemukan guru yang tak bekerja rangkap dalam berbagai bentuk: ada yang berbisnis, ada yang honorer di berbagai sekolah lain sehingga tugas utamanya terabaikan.

Gila ijazah

Hal ini diperburuk dengan banyaknya topik bahasan dalam kurikulum yang harus diajarkan guru. Meski siswa belum menguasai suatu konsep atau topik bahasan, guru harus pindah lagi ke topik lain. Akibatnya, sampai tamat, siswa tidak menguasai apa-apa karena hanya mempelajari setiap pokok bahasan secara sepintas tanpa pernah mengalami bagaimana indahnya dan menyenangkannya cara mengetahui pengetahuan.

Dengan keadaan seperti itu, Katarina terkesan bahwa sekolah di Indonesia hanya memberi ijazah yang jauh dari mutu yang diharapkan. Gejala penyakit gila ijazah itu terlihat jelas pada saat menjelang pemilu atau pemilukada. Begitu banyak kasus ijazah palsu di berbagai kabupaten dan kota. Keadaan seperti itu belum banyak berubah.

Yang juga diangkat Katarina, adanya diskriminasi promosi karier guru: 53 persen dari jumlah keseluruhan guru SD, 43 persen guru SLTP, dan 34 persen guru SLTA adalah wanita. Namun, yang dipromosikan menjadi kepala sekolah SD hanya 27 persen, SLTP 11 persen, dan SLTA 10 persen. Praktik diskriminasi seperti ini telah meredupkan motivasi guru berprestasi meningkatkan mutu belajar-mengajar.

Inilah beberapa catatan elementer yang kelihatannya belum banyak mendapat perhatian oleh pengambil kebijakan pendidikan nasional. Jika pengembangan SBI tetap prioritas, kiranya hal itu tidak menimbulkan kesenjangan pengetahuan antaranak didik karena amat berbahaya pada masa depan.

Kesenjangan ini saya nilai jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan kesenjangan lain karena akan menciptakan keretakan peradaban dan keretakan generasi yang kelak mengancam sendi kekukuhan NKRI.

Hafid Abbas Guru Besar FIP UNJ; Mantan Dirjen Perlindungan HAM dan Konsultan UNESCO

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com