Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Entropi Pendidikan

Kompas.com - 18/04/2011, 08:12 WIB

Robert Bala

Hari ini maraton ujian nasional dimulai. Siswa SMA mengawalinya, diikuti SMP dan SD, dengan jumlah total peserta yang cukup fantastis: hampir 10 juta anak.

Tanpa mengingkari berbagai modifikasi yang sudah dilakukan, pelaksanaan UN masih menyisakan tanya: apakah telah mendekati atau malah menjauhkan kita dari transformasi sosial sebagai titik tuju dari semua perubahan? Apakah kita sudah berada di jalan yang tepat?

Dalam bukunya El Fin de la Educación (1999), Neil Postman punya jawaban. Dengan berkaca pada hukum termodinamika, ia membuka mata siapa pun yang berkecimpung dalam pendidikan untuk menyadari kesia-siaan yang kerap terjadi dalam kebijakan pendidikan.

Jelasnya, setiap kebijakan—ibarat materi dalam fisika—akan mengalami proses entropi atau ketidakberaturan yang mengarah pada kehancuran. Itu hukum alam. Tidak ada orang yang terbebas dari aturan itu. Yang bisa dibuat adalah upaya negentropis untuk memperlambat kehancuran.

Demikian pula dengan kebijakan pendidikan. bila tidak kontributif terhadap perubahan sosial, pendidikan hanya menjadi fenomena yang ditakuti. Oleh karena itu, pendidikan perlu berubah sesuai tuntutan zaman. Sampai di titik ini muncul pemahaman, mengapa para pengambil keputusan pendidikan begitu gemar membarui kurikulum, termasuk UN di dalamnya?

Akan tetapi, mengapa perubahan itu tidak berimbas langsung terhadap perbaikan kualitas bangsa? Antonio Arboledas dalam Problemas de la Educación (2010) punya jawaban. Pendidikan yang semestinya integratif mencakup otak, hati, dan tangan tidak dijalankan sebagaimana diwacanakan. Dalam praksis, yang lebih mengutama adalah rasio atau yang dikenal sebagai hipertrofi rasionalitas.

Tentu saja pola ini tidak seimbang, ia pincang dalam praksis. Kecerdasan otak yang semestinya amat mulia dengan mudah dibelokkan untuk hal-hal tak terpuji: bukan untuk mencari solusi, melainkan sekadar mengakal-akali orang lain.

Banyak akal-akalan

Tidaklah mengherankan bila dalam kehidupan nyata terjadi banyak akal-akalan. Pajak yang seharusnya jadi harga mati bisa dinegosiasikan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com