Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa Depan Perguruan Tinggi Islam

Kompas.com - 28/04/2011, 10:10 WIB

Mereka yang berpandangan ghetto tidak bersedia berkomunikasi dengan orang dan golongan lain, yang liyan. Apabila mereka yang berpandangan ghetto ini dibiarkan bertumbuh dan berkembang, niscaya akan lahir cikal bakal tindakan penuh emosi, tempat kemarahan, dan sesak kebencian yang menjurus pada kekerasan.

Peran perguruan tinggi agama Islam

Perguruan tinggi agama Islam mempunyai peran besar dalam mengantarkan bangsa Indonesia sebagai warga dunia. Sedari dini generasi muda dan mahasiswa sudah perlu dilatih berpikir dan berkomunikasi menggunakan dua bahasa sekaligus. Kedua bahasa yang dimaksud ialah tata krama, sopan santun, muna-muni, kepatutan, dan tata pergaulan yang dapat memahamkan kalangan internal umatnya sendiri sekaligus dapat dipahami wilayah publik yang lebih luas di luar komunitasnya.

Mendidik generasi baru—yang sadar bahwa dia adalah warga dunia, tidak berpandangan ghetto, dan berkomunikasi dua bahasa—merupakan pekerjaan pendidikan yang tidak mudah. Pengenalan pandangan dunia keislaman yang bercorak klasik, modern, dan posmodern merupakan prasyarat, keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar.

Sikap dan mentalitas keberagamaan yang ada sekarang juga harus berani diubah atau digeser sedikit. Bukan agama atau obyeknya yang digeser, melainkan sikap dan perilaku keberagamaannya (subyek) dan interpretasi keagamaannya yang perlu disegarkan kembali. Dari pola keberagamaan yang semula bercorak taqlidy (sekadar mengikut apa saja yang dianjurkan, dinasihatkan, dan diperintahkan oleh para senior, guru, mubalig, amir, kiai, atau ustaz) ke arah corak keberagamaan yang ijtihady. Artinya, seorang pemeluk agama mampu mengolah secara matang informasi, anjuran, dan nasihat-nasihat keagamaan yang masuk.

Sebelum mengambil keputusan, dia menimbang-nimbang baik-buruknya secara mandiri dengan berbekal ilmu pengetahuan, informasi, dan pengalaman hidup yang ia miliki. Puncaknya adalah keberagamaan yang bercorak naqdy "kritis-transformatif", yaitu sikap dan mentalitas keberagamaan atau spiritualitas yang selalu menginginkan dan mengarah pada upaya penyempurnaan terus-menerus selama hayat dikandung badan. Dengan cara dan upaya yang berlapis-lapis dan berkesinambungan inilah pendidikan karakter di Indonesia sedikit demi sedikit mendapat pemulihan.

Penulis ialah Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com