Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Observatorium Dibangun di Ponpes Assalam

Kompas.com - 16/06/2011, 18:39 WIB

KOMPAS.com - Ada yang menarik dalam pengamatan gerhana bulan total di Solo, Kamis (16/6/2011) dini hari. Rangkaian pengamatan digelar di sebuah pondok pesantren, yakni Pesantren Assalam. Ternyata riset astronomi memang telah dibiasakan dilakukan para santri di sana. Setiap kali ada fenomen langit selalu dilakukan pengamatan bersama.

Pondok pesantren ini nantinya akan menjadi pesantren dan mungkin lembaga pendidikan menengah pertama yang memiliki observatorium. Saat ini, observatorium masih dalam tahap pembangunan.

"Pembangunannya sudah mencapai 90 persen. Teleskopnya kita sudah pesan dari Amerika dan Jepang," kata AR Sugeng Riyadi, pendiri sekaligus pembina CASA (Club Astronomi Santri Assalam) saat dihubungi Kompas.com. Ia mengungkapkan, dalam 3 bulan ke depan, observatorium dan fasilitasnya mungkin sudah bisa digunakan.

Menurut Sugeng, saat ini pesantren Assalam sudah memiliki 5 teleskop. Dengan pembangunan observatorium, nantinya akan ditambah 4 teleskop lagi. "Satu teleskop utama yang akan kita pasang di kubah, satu teleskop Matahari, satu teleskop untuk pengamatan seperti galaksi dan satu lagi khusus untuk penentuan hilal dan gerhana," jelas Sugeng.

Sugeng mengatakan, pembangunan observatorium merupakan salah satu komitmen pengurus pesantren pada ilmu pengetahuan. Untuk membuat observatorium ini, menurut Sugeng, pesantren mengeluarkan dana sekitar Rp 400-500 juta untuk teleskopnya saja. Rencananya, observatorium nantinya akan dinamai Observatorium CASA.

Mengungkapkan salah satu cita-cita pembangunan observatorium, Sugeng mengatakan, "2/3 dari ayat dalam Al Quran itu berisi tentang penciptaan. Lalu ada surat-surat Bintang, Matahari dan Bulan." Dengan mendirikan observatorium, Sugeng dan pengurus pesantren mengajak santri untuk tidak memahami penciptaan secara dogmatis.

"Selain itu kita juga akan membantu memecahkan persoalan penentuan hilal itu, permulaan bulan puasa dan Syawal, yang sampai sekarang belum ada titik temunya," imbuh Sugeng.

Selama ini, ada 2 metode penentuan awal bulan puasa dan Syawal, yaitu dengan penghitungan matematis dan melihat visibilitas. Sugeng mengatakan, saat ini sekitar 100 santri terlibat dalam klub CASA yang telah berdiri sejak 6 tahun lalu. Anggotanya dibatasi hanya untuk santri-santri setingkat SMU kelas 1 dan 2.

Setiap tahun, anggotanya berganti sehingga memberi kesempatan pada yang lebih muda untuk ikut dalam kegiatan. Direncanakan, observatorium yang dibuat bisa dimanfaatkan pula oleh masyarakat sekitar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com