”Meski program sudah bagus, masih ada kelompok buta aksara kaum minoritas, tidak mampu, dan marjinal. Mereka membutuhkan pendekatan khusus untuk mengenalkan keaksaraan melalui penggunaan bahasa ibu,” kata Gijzen.
Asisten Deputi Urusan Pengarusutamaan Jender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Mujiyati menambahkan, berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2009, angka melek huruf laki-laki lebih tinggi dibanding dengan perempuan, baik pada warga usia 10 tahun ke atas maupun 15 tahun ke atas.
Persentase laki-laki 10 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis 96,12 persen, sedangkan perempuan 90,80 persen. Untuk usia 15 tahun ke atas, laki-laki yang mampu baca tulis 95,65 persen, sedangkan perempuan 89,68 persen.