Ilustrasi dari tiga sumber kelemahan dapat terlihat dalam penanganan pemerintah setelah pemancungan Ruyati dan penghentian ekspor sapi Australia. Pemerintah dinilai lemah dalam merespons kebijakan Pemerintah Arab Saudi dan Australia.
Dalam kasus Ruyati, bila notifikasi atas eksekusi yang merupakan hak dari Indonesia dilalaikan oleh otoritas Arab Saudi dan sistem hukum Arab Saudi yang tidak transparan serta memperhatikan due process of law, apa tindakan konkret pemerintah terhadap Arab Saudi?
Bukankah ada sejumlah pilihan yang bisa dilakukan dari sekadar menyampaikan nota protes, misalnya membawa masalah ini ke Dewan HAM PBB? Demikian juga terkait dengan kebijakan Pemerintah Australia atas penghentian ekspor sapi. Mengapa menteri pertanian seolah-olah melunak bahkan memfasilitasi tim gabungan Australia dan Indonesia membenahi rumah hewan?
Bukankah pihak industri sapi Australia yang justru menderita akibat kebijakan pemerintahnya sendiri? Lalu, mengapa pemerintah seolah-olah mau memfasilitasi pencabutan terhadap hukuman yang dijatuhkan agar dipercepat?
Pemerintah harus tegas, baik kepada Pemerintah Arab Saudi, Australia bahkan Malaysia terkait masalah perbatasan ataupun Singapura terkait ekstradisi. Di sinilah pentingnya perumusan kebijakan luar negeri yang terkoordinasi, jelas, dan tegas. Ini yang akan membuat rakyat bangga pada pemerintahnya bahkan membuat negeri ini kembali disegani negara sahabat.
Jangan sampai pelaksanaan kebijakan luar negeri menjadi suatu ironi di mata publik. Ketika TKI tak dihargai negara sahabat, seperti Arab Saudi, Indonesia seolah-olah tak berdaya. Padahal, Australia bisa tegas terhadap Indonesia ketika sapinya disembelih tanpa memperhatikan kesejahteraan binatang.
Jangan pula diombang-ambing kebijakan salah satu Pemerintah Australia terkait larangan ekspor sapi, sementara Indonesia maju mundur dengan rencana moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi.