Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Lemah Ciptakan Budaya Arsip

Kompas.com - 18/07/2011, 09:10 WIB

PADANG, KOMPAS.com - Dosen dan Peneliti di Leiden University Institute for Area Studies Suryadi menilai, Indonesia masih lemah dalam menciptakan budaya arsip. Padahal, bangsa yang memiliki kesadaran arsip yang tinggi pasti menghargai buku dan dokumen. Menurutnya, budaya arsip akan mendorong kemajuan suatu bangsa. Suryadi mencontohkan, Kota Leiden, Belanda, yang berpenduduk 100.000 jiwa memiliki perpustakaan yang menyimpan berbagai bentuk arsip, hingga arsip tentang Indonesia.

"Misalnya, di Perpustakaan KITLV Leiden tersimpan urat undangan palewaan Gala Datuak untuk Almarhum Tan Malaka dan piringan-piringan hitam lagu-lagu Indonesia dari zaman mesin bicara. Namun, apakah di perpustakaan Universitas Andalas dapat kita temukan kaset-kaset dan VCD kabar serta lagu-lagu pop Minang dan edisi koran-koran lama?," kata Suryadi, Minggu (17/7/2011), di Padang, Sumatera Barat.

Ia melanjutkan, dua perpustakaan besar di Leiden, tepatnya Universitets Biliootheek Leiden dan Koninklijk Institut voor Taal- Land-en-Volkenkunde (KITLV), menyimpan berbagai buku, naskah, brosur, pamflet, majalah, koran tua, sketsa, peta, surat-surat, foto, rekaman audio visual, dan lainnya yang terkait dengan masa lalu dan masa kini Indonesia.

"Di negara kita itu yang sangat miskin. Susah ditemukan biliografi sumber-sumber pertama seperti itu. Padahal, kekayaan sumber-sumber pertama inilah yang menjadi ciri khas perpustakaan negara-negara maju," ujarnya.

Budayawan Sumatera Barat, Nazrul Azwar juga membenarkan penilaian masih lemahnya budaya arsip di Indonesia. "Saya pernah ke Kantor Arsip dan Perpustakaan Kota Padang Jalan Pramuka, menanyakan terbitan koran beberapa minggu yang lalu. Ternyata jawaban orang kantor itu, tak ada arsipnya di kantor ini," ujarnya.

Padahal, kata Suryadi, pejabat atau pun masyarakat biasa di Belanda, selalu membuat duplikat surat-surat yang dikirimnya kepada orang lain, dan juga selalu menyimpan surat-surat yang diterimanya dari orang lain. Jika sudah meninggal, biasanya keluarganya mengirimkan ke perpustakaan untuk disimpan.

"Mereka sadar bahan-bahan itu penting bagi ilmu pengetahuan di masa depan," ujar Suryadi.

Di zaman kolonial, ia mencontohkan, para Tuan Kontrolir, guru, peneliti, petualang hingga juru tulis kapal, selalu mencatat apa saja yang ada di lingkungannya. "Makanya banyak kita temukan data-data Indonesia di Belanda, karena banyak hal mengenai budaya dan masyarakat Indonesia yang sudah mereka arsipkan," terangnya.

Perpustakaan PT jadi Bank Data

Seharusnya, perpustakaan khususnya di perguruan tinggi (PT) berfungsi menjadi bank data sosial dan budaya setempat. Akan tetapi, menurut Suryadi, perpustakaan-perpustakaan umum dan PT di Indonesia masih belum mampu memenuhi fungsi itu.

"Perpustakaan-perpustakaan kita boleh miskin isi dan tenaga profesional untuk mengelolanya. Meskipun, sebenarnya tidak begitu miskin dalam hal dana. Namun, jika kita telusuri, akar kemiskinan perpustakaan kita itu sebenarnya disebabkan miskin visi negara tentang pencerdasan bangsa," tegasnya.

"Perspektif pustakawan harus diubah. Sebuah buku tebal yang baru diterbitkan, sama pentingnya dengan sebuah kaset pertunjukan yang pernah diproduksi perusahan besar di Padang sepuluh tahun yang lalu," tambah Suryadi.

Ia juga mengingatkan, kesadaran pentingnya membaca, mendokumentasikan dan mengarsipkan segala sesuatu berbanding lurus dengan tingkat kemajuan bangsa. "Kemajuan bangsa tercermin dari sistem administasi nasionalnya yang tertib. Rakyat dan pemerintahnya harus cepat menyadari itu," ujarnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com