JAKARTA, KOMPAS.com – Pengamat pendidikan Darmaningtyas mengatakan, homeschooling saat ini menjadi pilihan sebagian orangtua untuk pendidikan buah hatinya. Akan tetapi, ia melihat ada sesuatu yang melenceng dari ide awal sekolah rumah ini. Menurutnya, ada kecenderungan "menginstitusikan" homeschooling sehingga berbiaya mahal dan hanya menjangkau kalangan tertentu.
“Homeschooling menyimpang karena ada beberapa tokoh yang menginstitusikan itu. Sebetulnya, sesuai dengan konsep awal, homeschooling harus mampu menjadi alternatif untuk semua kalangan memperoleh akses pendidikan. Jika kemudian lebih mahal, ini kan lucu,” kata Darmaningtyas, kepada Kompas.com, pekan lalu.
Oleh karena itu, ia menekankan, perlu dilakukan evaluasi terhadap biaya, metodologi, dan jam belajarnya. Seharusnya, kata Darmaningtyas, selain belajar, anak-anak homeschooling juga harus bersosialisasi dan membangun jaringan.
Secara terpisah, pemerhati pendidikan dan guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Arief Rachman berpendapat, harga mahal untuk homeschooling sebagai suatu hal yang sangat wajar. Menurut dia, homeschooling memerlukan tenaga pengajar yang sama ahlinya dengan sekolah formal. Ia menambahkan, homeschooling juga harus memiliki standar yang bisa mensiasati agar anak-anak homeschooling tetap bisa bersosialisasi sehingga dapat memiliki banyak teman dan dapat terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
“Homeschooling boleh saja, selama anak dapat mengikuti proses belajar dengan senang. Saya bukan orang yang anti homeschooling. Tapi saya pikir, mungkin saja homeschooling adalah wujud kekecewaan segelintir orang pada sistem pendidikan kita. Tetapi kita juga harus sadar, kita berada di negara yang sistemnya belum 100 persen ideal. Jika mereka kecewa, maka harus berani untuk mengambil resiko,” ujarnya.
Siapa bilang mahal?
Sementara itu, praktisi homeschooling, Mella Fitriansyah mengatakan, anggapan bahwa homeschooling mahal karena adanya pihak-pihak yang kemudian menyediakan tenaga pengajar untuk diundang ke rumah dan dengan kurikulum yang harus dibayar mahal. Padahal, menurut dia, esensi dari homeschooling adalah pendidikan berbasis keluarga.
"Kalau bisa dibilang, bimbel (bimbingan belajar) tapi menamakan diri sebagai homeschooling. Ini mengubah esensi homeschooling, yang seharusnya ditangani oleh keluarga yang lebih mengetahui pembelajaran bagi anaknya," kata Mella, kepada Kompas.com, Kamis (11/8/2011).
Ia mengatakan, dengan mengundang guru pengajar, maka homeschooling hanya sekedar "memindahkan" proses pembelajaran dari sekolah ke rumah. "Bahkan, kadang anak-anak ini juga harus ke sekolah, misal tiga kali dalam seminggu. Padahal, homeschooling itu murah," ujar dia.
Mella mencontohkan, banyak kurikulum homeschooling yang bisa didapatkan secara gratis di dunia maya. Beberapa juga ada yang berbayar dengan besaran yang masih terjangkau dan jauh lebih murah daripada sekolah formal.
"Ada kurikulum yang berbayar, sekitar 1 juta rupiah per tahun. Tetap lebih murah. Menjadi mahal karena banyak bimbel yang mematok biaya jutaan. Pada homeschooling, orangtua seharusnya menjadi fasilitator dan menyediakan fasilitas apa yang dibutuhkan untuk pembelajaran anaknya," ujar ibu dua anak ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.