Negeri kita sedang dalam keadaan tidak baik untuk membangun habitus berkarakter. Maraknya tingkah akal-akalan dengan aturan (hukum) dan kepura-puraan dalam jiwa tebar pesona—mulai rakyat biasa hingga pejabat—hanya melahirkan pribadi yang culas, semu, dan misterius. Karena itu, pendidik sebaiknya tak gegabah menjadikan pejabat publik yang hari-hari ini jejaknya dikenal baik sebagai model anak bangsa yang unggul kepada para murid. Hanya setelah ajal menjemput, mereka bisa dipertimbangkan untuk menjadi suatu model.
Namun, bangsa ini harus terus melahirkan pribadi yang unggul. Api yang membakar daya hidup untuk menjadi manusia berkarakter unggul dan nasionalis tak boleh padam oleh rusaknya kehidupan pada zaman edan ini.
Masih ada celah sempit yang bisa ditekuni. Pendidik perlu mengajak para murid menjadi tuan atas diri dan hidupnya sendiri. Para murid dimotivasi untuk pertama-tama meraih kemenangan pribadi (Stephen Covey, 1993).
Konkretnya, semua cara bekerja, pikiran, dan perasaan mesti diorientasikan demi martabat dan pemuliaan diri serta kehidupan yang mengakar pada nilai-nilai universal, bukan belajar dalam keterpesonaan pada tampilan para tokoh.
Apa boleh buat, tokoh-tokoh di negeri tuna-adab moral ini tak peduli kalau tingkah mereka menghancurkan karakter bangsa. Rasanya akan tetap bijak bila pendidik tak membohongi para murid dengan mengajarkan kepalsuan. Gairah mencintai negeri pun tak diredupkan karena tak hanyut dalam kekecewaan kepada tokoh publik yang sering berubah secara tak terduga.