Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisa Sekolah Tak Sekadar Mimpi

Kompas.com - 23/10/2011, 07:13 WIB
Runik Sri Astuti

KOMPAS.com - Mengenakan baju seragam, Dewi Utari (15) melahap makanan yang dihidangkan di rumah dinas Wali Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (21/10/2011). Ditemani Yuliati (41), ibu kandungnya, dia terus mengumbar senyum yang memancarkan kebahagiaan di tengah kegetiran hidup.

Sekarang Dewi senang sekali soalnya mendapat beasiswa. Jadi tak perlu khawatir putus sekolah. Sebelumnya ia masih takut tidak ada biaya karena bapak sakit. Kalimat ini diucapkan Dewi sesaat setelah menerima beasiswa.

Saking senangnya, pelajar Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 6 Kota Surabaya ini tak ingin membuka amplop tertutup berisi beasiswa itu. Ia langsung menyimpan di dalam tas dan baru berencana membukanya setiba di rumah.

Sembilan tahun sudah ayah Dewi, yakni Tejo, menderita sakit akibat jatuh dari lantai 10 saat menjadi kuli bangunan. Sejak saat itu pula Yuliati harus membanting tulang menghidupi keluarga. Dengan latar belakang pendidikan hanya lulus sekolah dasar, Yuliati sangat bersyukur ketika diterima sebagai pasukan kuning alias tukang sapu jalanan di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya.

Dengan honor Rp 35.000 per hari, Yuliati harus menanggung biaya pengobatan suaminya, biaya sekolah Dewi, dan biaya hidup sehari-hari keluarganya. Jangankan menabung, tidak berutang saja sudah bagus, apalagi ia juga harus mengurus mertuanya, yang juga tanpa penghasilan.

”Untuk biaya sekolah Dewi, setiap bulan habis Rp 700.000. Uang itu untuk bayar praktik, beli buku, dan transpor setiap hari. Ditambah biaya pengobatan bapaknya. Rasanya berat sekali. Enggak tahu apa anak saya bisa sampai lulus atau tidak,” kata Yuliati dengan nada lirih.

Beban hidup yang terlalu berat membuat Yuliati pesimistis mampu mengantarkan anaknya hingga tamat sekolah, apalagi harga kebutuhan pokok, seperti beras, juga terus melambung. Kenaikan harga bahan pokok ini seolah tidak berhenti menghantui keluarga miskin seperti Yuliati.

Tidak jauh dari keluarga Yuliati, ada keluarga Winoto (37). Anggota pasukan kuning yang bertugas membersihkan selokan dan sungai di kawasan Kenjeran, Surabaya, ini tengah memikirkan nasib Sinta (11), putri bungsu dari tiga bersaudara yang saat ini duduk di bangku kelas V.

”Saya pengin menjadi dokter biar uangnya banyak. Nanti juga bisa bantu bapak menyekolahkan adik. Pokoknya akan belajar biar pintar,” kata Sinta kalem tetapi tegas.

Keinginan Sinta untuk menjadi dokter itulah yang membebani pikiran Winoto. Kendati penderitaannya tak separah Yuliati yang menanggung pengobatan suaminya, kondisi keluarga yang tinggal di Kelurahan Kapas Madya ini tidak jauh berbeda.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com