Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisa Sekolah Tak Sekadar Mimpi

Kompas.com - 23/10/2011, 07:13 WIB

Dengan tiga anak serta kondisi istri tidak bekerja dan hidup menumpang di rumah orangtua bersama dengan saudara yang lain, sangat sulit bagi Winoto mengatur keuangannya.

”Mungkin sekarang masih cukup karena Sinta masih SD. Sekolahnya gratis. Namun nanti kalau sudah lepas SMP, ya tidak tahu lagi. Kalau harus bayar, dengan penghasilan tetap seperti ini, ya tidak tahu,” ujarnya.

Beasiswa pendidikan bagi Winoto bukan barang baru. Meski belum pernah mendapatkannya, ia sudah memimpikan itu sejak anaknya masuk sekolah. Alasannya, walaupun tidak menggugurkan kewajibannya membiayai sekolah Sinta, setidaknya beasiswa bisa meringankan bebannya, apalagi dua adik Sinta sudah menanti untuk bersekolah.

Yuliati dan Winoto adalah segelintir roman dari keluarga ribuan anggota pasukan kuning yang setiap hari membuat Kota Surabaya bersih. Meski hanya tukang sapu jalanan, mereka berkeinginan kuat generasi penerusnya kelak bersekolah hingga ke jenjang pendidikan tinggi, apalagi bisa meraih cita-cita yang diimpikan.

Pendidikan itu menjadi penting karena hanya itu jalan satu- satunya untuk mengubah nasib menjadi lebih baik. Apa daya, pendidikan di negeri ini tak gratis sekalipun sudah digratiskan oleh Pemerintah Kota Surabaya.

Biaya untuk kebutuhan pribadi tetap dibutuhkan dan jumlahnya tak sedikit. Nilai itu menjadi sesuatu yang sangat berarti bagi keluarga pasukan kuning yang berpenghasilan sangat minim.

Jangankan mengurus pendidikan, hidup layak saja susah. Oleh karena itu, mustahil rasanya mewujudkan mimpi mereka tanpa bantuan dari pihak lain, apalagi mengandalkan pemerintah daerah yang anggarannya sangat terbatas karena harus dibagi dengan pos-pos lain.

Merangkul pengusaha

Menyadari hal itu, Pemkot Surabaya merangkul swasta untuk berperan dalam pembangunan Kota Surabaya melalui bidang pendidikan. Cara yang ditempuh dengan memberikan beasiswa bagi keluarga pasukan kuning ini.

Meski sifatnya gratis, beasiswa ini menuntut siswa berprestasi. Donatur tidak segan menghentikan beasiswa jika di kemudian hari prestasinya merosot.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com