Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Rencana Naikkan Gaji Peneliti

Kompas.com - 27/10/2011, 05:17 WIB

Jakarta, Kompas - Meskipun gaji profesor riset lebih rendah dari guru sekolah dasar untuk golongan pangkat yang sama, pemerintah tidak punya rencana menaikkan gaji peneliti. Justru peneliti diminta mencari sumber penghasilan tambahan dari keahlian yang dimilikinya.

Sekretaris Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Indroyono Soesilo mengatakan, jika kreatif, peneliti bisa memperoleh penghasilan Rp 15 juta sebulan.

”Profesor riset punya lima ’amplop’ pendapatan, yaitu gaji, tunjangan peneliti, insentif riset, hasil pendapatan negara bukan pajak dari kerja sama dengan industri, dan hasil kerja sama riset dengan pihak asing,” kata Indroyono seusai penyerahan 317 bukunya ke perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rabu (26/10), di Jakarta.

Namun, Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian LIPI Diaz D Santika mengatakan, skema pendapatan tetap peneliti hanya ada dua, yaitu gaji pokok dan tunjangan fungsional. Seorang profesor riset dengan pangkat tertinggi IV/E memiliki gaji pokok Rp 3,6 juta dan tunjangan fungsional Rp 1,4 juta sehingga gaji yang diterima sekitar Rp 5 juta per bulan. ”Skema pendapatan di luar itu sifatnya tidak tetap dan tidak bisa merata untuk semua peneliti,” ujar Diaz.

Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta saat ditemui di Bandung, Jawa Barat, juga menegaskan, tidak ada rencana menaikkan gaji profesor riset.

Aprilani Soegiarto (76), ilmuwan bidang kelautan LIPI, mengatakan, seharusnya peneliti tidak disibukkan dengan mencari banyak ”amplop” supaya aktivitasnya fokus pada riset. ”Peneliti semestinya hanya satu amplop saja, tetapi layak untuk hidup,” kata Aprilani.

Diincar Malaysia

Kepala Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Peneliti LIPI M Bashori Imron mengatakan, di tengah rendahnya penghargaan pemerintah kepada peneliti, Malaysia memanfaatkan kondisi tersebut dengan mengajak peneliti-peneliti Indonesia bekerja atau menjadi dosen di Malaysia.

”Saya sedang pikir-pikir untuk kembali lagi ke Malaysia karena pendapatan sebagai profesor riset di sini tidak memadai untuk menyekolahkan anak,” kata Prof Dr Ishak, ahli biomolekuler Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan).

Sebelumnya, pada periode 2006-2009, ia ditawari Malaysia untuk mengajar di salah satu universitas dengan pendapatan 10 kali lipat dari pendapatannya di Batan. Dalam sebulan, ia digaji 14.000 ringgit Malaysia atau sekitar Rp 40,5 juta.

”Salah satu kolega saya dari Batan mengajukan pensiun dini lalu bekerja di Malaysia,” kata Ishak.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian Haryono mengatakan, Malaysia terutama mengincar peneliti yang memiliki keahlian di bidang perkebunan sawit dan karet. Rendahnya pendapatan bagi peneliti di Indonesia dikhawatirkan berdampak buruk bagi masa depan bangsa.

Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar R Somantri mengatakan, dengan kebebasan yang diberikan kepada UI dengan status badan hukum milik negara, gaji dosen peneliti di UI sebesar Rp 15 juta hingga Rp 38 juta per bulan.

Calon antariksawati Indonesia, yang kini menjadi Wakil Dekan Fakultas Kedokteran UI, Pratiwi P Sudarmono, mengatakan, Indonesia memiliki banyak orang pintar, keahlian, dan jejaring internasional. Namun, penelitian sains dan teknologi ternyata belum menjadi prioritas negara. (NAW/YUN/ELN/MZW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com