Jakarta, Kompas -
Hal ini disampaikan Mennakertrans yang dihubungi di Jeddah, Arab Saudi, lewat telepon dari Jakarta, Rabu (2/11). Muhaimin berada di Arab Saudi untuk memantau pemulangan 1.277 TKI dari Arab Saudi menggunakan empat pesawat haji.
”Anak-anak TKI rentan putus sekolah karena kekurangan akses pendidikan. Kami mengapresiasi Pemerintah Arab Saudi, tokoh masyarakat Arab Saudi, dan tokoh masyarakat Indonesia di Arab Saudi yang peduli dan bekerja sama membantu meningkatkan akses pendidikan bagi anak-anak TKI,” ujarnya.
Sejumlah tokoh masyarakat Arab Saudi dan tokoh masyarakat Indonesia di Arab Saudi telah membentuk yayasan pendidikan dan mendirikan sekolah-sekolah untuk anak-anak TKI setingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sampai sekolah menengah atas. Akses pendidikan dan pelatihan sangat dibutuhkan untuk menjamin hak-hak dasar anak TKI.
Sedikitnya 1 juta TKI bekerja di Arab Saudi, sebagian besar menjadi pekerja rumah tangga dan sopir. Mereka mengirim devisa yang menggerakkan ekonomi riil 2,5 miliar dollar AS (Rp 2,2 triliun) per tahun.
Di Jakarta, analis kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo, meminta pemerintah tidak mengabaikan pembangunan akses pendidikan, kesehatan, dan lingkungan yang sehat. Indeks Pembangunan Manusia (HDI) tahun 2011 menunjukkan, Indonesia menempati urutan ke-124 dari 187 negara, anjlok dari posisi 108 tahun 2010 dan lebih rendah dari Libya yang mendapat peringkat ke-64.
Wahyu bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Ekonomi juga meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memanfaatkan momentum pertemuan G-20 di Perancis untuk membebaskan TKI dari ancaman hukuman mati di Arab Saudi.
”Dalam pertemuan pendahuluan G-20 di Perancis, akhir Juni 2011, Perancis sebagai Ketua G-20 secara resmi menyampaikan protes kepada Arab Saudi atas eksekusi mati Ruyati. Indonesia harus memanfaatkan momentum ini,” ujarnya.