Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

40 Persen Paten Riset Tidak Komersial

Kompas.com - 15/11/2011, 08:51 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekitar 40 persen paten hasil riset dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian tidak komersial. Hal ini menunjukkan belum sepenuhnya terjadi sinkronisasi antara dunia penelitian dan industri.

”Hak paten diperoleh selama 20 tahun. Tetapi, paten terkena ketentuan selama tidak dibayar biaya tahunannya selama tiga tahun, maka patennya dibatalkan,” kata Direktur Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Ahmad M Ramli  dalam seminar tentang hak cipta di Jakarta, Senin (14/11/2011).

Menurut Ahmad, paten yang tidak komersial sering tidak dibayar biaya tahunannya sehingga dibatalkan minimal dalam tiga tahun. Paten tidak komersial terutama dari perguruan tinggi biasanya digunakan untuk mencapai peringkat universitas berkelas dunia.

”Semestinya, sebelum ada pengajuan paten, perlu diciptakan link (hubungan) dengan industri sehingga paten bisa komersial dan bermanfaat untuk masyarakat luas,” kata Ahmad.

Program percepatan

Ahmad mengatakan, perolehan paten saat ini masih dihadapkan kendala proses uji substantif yang cukup lama. Namun, baru-baru ini dilaksanakan program untuk percepatannya.

”Kemampuan pemohon yang masih rendah juga mengakibatkan lamanya pengurusan paten ini,” kata Ahmad.

Ahmad menyarankan, kemampuan standar pengajuan paten supaya ditingkatkan. Kekurangan dalam pengisian formulir pengajuan paten berdampak pada lamanya perolehan paten dan menimbulkan reputasi buruk bagi Direktorat Jenderal Hak atas kekayaan Intelektual.

Secara terpisah, Kepala Pusat Inovasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Pusinov LIPI) Bambang Subiyanto mengatakan, secara ideal untuk meningkatkan perekonomian melalui inovasi produk dibutuhkan keterkaitan rencana yang dipatenkan dengan industri yang mau mengaplikasikannya.

”Mengaitkan kegiatan riset dengan industri merupakan persoalan tersendiri. Mewujudkannya tidak mudah,” kata Bambang.

Bambang termasuk inventor atau penemu dari LIPI di bidang biomaterial bambu yang memperoleh hak paten paling lama, yaitu 11 tahun. Ia mengajukan paten biomaterial bambu komposit pada tahun 2000, dan menerima hak patennya pada tahun 2011.

Bambang mengatakan, lamanya hak paten karena lemahnya kemampuan petugas yang menguji. Pemerintah perlu meningkatkan kemampuan ataupun jumlah penguji supaya paten makin dipercepat dan memberi kepastian bagi inventor.

Ahmad mengatakan, program ”Toko Asli” juga dijalankan untuk penegakan hak atas kekayaan intelektual berupa merek. Mal Senayan City di Jakarta saat ini satu-satunya yang sudah memiliki sertifikat ”Toko Asli” tanpa pembajakan tersebut. (NAW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com