Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tawuran Pelajar Terus Terjadi

Kompas.com - 26/11/2011, 03:20 WIB

Kemarin siang, D bersama beberapa teman sebaya hendak naik angkot. D terlihat diberi tanda oleh temannya akan kedatangan polisi.

Saat itulah, petugas melihat sebuah benda yang muncul dari tas ransel yang dibawa D. Petugas curiga benda itu adalah senjata sehingga mengejar dan menghentikan D yang akan naik angkot. Petugas mendapati sebuah arit di tas D, lalu membawa dia ke Polsek Metropolitan Jatinegara.

Dia diduga membawa senjata untuk menghadapi tekanan dari siswa sekolah lain. Sejumlah teman D yang menunggu pemeriksaan mengakui, sekolah mereka sedang menghadapi masalah dengan sekolah lain.

Puluhan tahun

Dosen Psikologi Universitas Indonesia, Winarini Wilman, dalam diskusi bersama Litbang Kompas kemarin mengatakan, fenomena tawuran pelajar di Jakarta itu sudah terjadi selama puluhan tahun.

”Kalau melihat kecenderungannya, dari tahun ke tahun, kasusnya meningkat dan jumlah sekolah yang terlibat bertambah, begitu juga korbannya,” katanya.

Dari kacamata psikologi, ujar Winarini, tawuran merupakan perilaku kelompok. Ada sejarah, tradisi, dan cap yang lama melekat pada satu sekolah yang lalu terindoktrinasi dari para siswa senior kepada para yuniornya.

”Akibatnya, siswa terperangkap dalam identitas sosial sekolah dan tradisi tawuran dengan sekolah lain. Cuma ketemu saja dengan sekolah lain, siswa sudah merasa kesal. Itu lalu jadi alasan permusuhan,” ujar Winarini.

Tawuran lebih sering terjadi di jalanan, jauh dari sekolah. Tawuran juga sering kali terjadi di titik yang sama dan waktu yang sama. Aparat keamanan pun sering berjaga di titik tersebut, tetapi siswa yang hendak tawuran selalu bisa mencari cara untuk tetap tawuran.

Dalam penelitian untuk disertasi berjudul Student Involvement in Tawuran: A Social-psychological Interpretation of Intergroup Fighting among Male High School Students in Jakarta sekitar tahun 1996-1997, Winarini menemukan adanya fenomena barisan siswa (basis), yang terdiri atas 10-40 siswa. Mereka bersama-sama pergi dan pulang sekolah naik bus umum. Basis itu terbentuk berdasarkan keyakinan bahwa mereka akan diserang oleh sekolah musuh bebuyutan mereka.

Fenomena yang terus berulang itu perlu diputus mata rantainya supaya tawuran pelajar bisa ditekan, bahkan dihilangkan. ”Salah satu solusinya adalah mengubah identitas sosial sekolah. Bisa pindah lokasi, ganti nama, dan jangan menggabung siswa kelas satu dengan senior mereka,” kata Winarini.

Solusi pengubahan identitas ini memang memakan dana besar dan butuh waktu lama. Solusi lain adalah membangun reputasi sekolah secara positif. Cap sekolah tawuran yang melekat pada suatu sekolah harus diubah menjadi citra positif yang membanggakan.

Membuat ajang pertemuan antarsekolah yang bersifat kompetisi, seperti pertandingan olahraga, tidak disarankan karena justru bisa memicu tawuran selanjutnya bagi pihak yang kalah. ”Satu lagi kuncinya adalah melepaskan tawuran itu dari kepentingan pihak-pihak tertentu yang ingin tawuran tetap ada,” ujar Winarini. (ART/FRO/BRO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com