Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tawuran: Tradisi Buruk Tak Berkesudahan

Kompas.com - 23/12/2011, 10:21 WIB

KOMPAS.com - Semakin hari, tawuran pelajar tak semakin berkurang. Bahkan, menjelang akhir tahun, berita tawuran hampir setiap hari menghiasi media massa. Kapankah tawuran akan berkesudahan?

Data Komnas PA merilis jumlah tawuran pelajar tahun ini sebanyak 339 kasus dan memakan korban jiwa 82 orang. Tahun sebelumnya, jumlah tawuran antar-pelajar sebanyak 128 kasus.

Tak berbeda jauh, data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, pengaduan kekerasan kepada anak sebanyak 107 kasus, dengan bentuk kekerasan seperti kekerasan fisik, kekerasan psikis, pembunuhan, dan penganiayaan.

Banyak sekali alasan yang bisa menjadikan tawuran antar-pelajar terjadi. Pelajar sering kali tawuran hanya karena masalah sepele, seperti saling ejek, berpapasan di bus, pentas seni, atau pertandingan sepak bola. Bahkan, yang baru terjadi awal bulan ini, tawuran dipicu saling ejek di Facebook, yang kemudian sampai menyebabkan nyawa seorang pelajar melayang. Padahal, jejaring sosial, kan, hanya untuk having fun, bukan untuk menjadi pemicu tawuran.

Selain alasan-alasan yang spontan, ada juga tawuran antar-pelajar yang sudah menjadi tradisi.

Dari jajak pendapat Kompas pada bulan Oktober, dengan responden di 12 kota di Indonesia, diketahui sebanyak 17,5 persen responden mengakui bahwa saat dia bersekolah SMA, sekolahnya pernah terlibat tawuran antar-pelajar. Tidak sedikit pula responden atau keluarga responden yang mengaku pada masa bersekolah terlibat tawuran atau perkelahian massal pelajar. Jumlahnya mencapai 6,6 persen atau sekitar 29 responden.

Di antara pelajar laki-laki, tawuran seperti sudah menjadi tradisi yang harus dilakukan. Kalau enggak tawuran, enggak jantan, enggak keren, enggak mengikuti perkembangan zaman, atau banyak lagi anggapan lain.

Fenomena basis

Dosen Psikologi Universitas Indonesia, Winarini Wilman, dalam diskusi bersama Litbang Kompas, bulan lalu, mengatakan, fenomena tawuran pelajar di Jakarta sudah terjadi selama puluhan tahun. Dari kacamata psikologis, ujar Winarini, tawuran merupakan perilaku kelompok. Ada sejarah, tradisi, dan cap yang lama melekat pada satu sekolah yang lalu terindoktrinasi dari siswa senior kepada yuniornya.

Tawuran lebih sering terjadi di jalanan, jauh dari sekolah. Tawuran juga sering kali terjadi di titik yang sama dan waktu yang sama. Aparat keamanan pun sering berjaga di titik tersebut, tetapi siswa yang hendak tawuran selalu bisa mencari cara untuk tetap tawuran.

Halaman:
Baca tentang


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau