Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengonversi Institut Seni Indonesia menjadi Institut Seni dan Budaya Indonesia menunjukkan kebingungan dalam menerapkan istilah seni dan budaya.
Kebingungan seperti ini tampak juga pada pemakaian istilah pada mata pelajaran seni yang diberikan di tingkat sekolah menengah, dengan menjadikan pelajaran seni dan budaya sebagai satu mata pelajaran.
Idealnya seni adalah mata pelajaran yang berdiri sendiri dan tak digabung dengan budaya. Dalam satu kata seni saja di dalamnya ada banyak cabang seni, yang tak mungkin semuanya dikuasai seorang guru. Bisa dibayangkan, alangkah tersiksanya seorang guru seni jika harus mengajarkan seni rupa (lukis, patung, arsitektur), seni tari, seni suara, seni drama, dan sebagainya sekaligus. Apalagi jika harus ditambahkan budaya. Praktiknya, pelajaran seni dan budaya di sekolah-sekolah diampu oleh seorang guru seni. Idealnya minimal ada tiga guru seni, yaitu guru seni rupa, seni musik, dan seni tari. Pelaksanaan pendidikan seni di sekolah menengah selama ini masih jauh dari ideal.
Jika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ingin memberikan wawasan budaya, mestinya tambahkan saja mata pelajaran budaya yang diberikan terpisah, dengan guru pengajar khusus ahli kebudayaan. Jika seni dan budaya digabung, materinya akan jadi sangat luas dan tak mungkin disampaikan dalam satu mata pelajaran saja, apalagi jam pelajaran seni selama ini sangat terbatas diberikan di sekolah-sekolah. Ibaratnya seperti memasukkan air laut ke dalam ember.
Kebingungan pemakaian istilah seni dan budaya ternyata tak hanya di tingkat sekolah menengah. Di tingkat perguruan tinggi sama saja. Konversi ISI menjadi ISBI menunjukkan itu.
Indonesia merupakan bangsa yang sedang bertransisi dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Seni tradisional dan seni modern yang ada sekarang merupakan produk kreatif masyarakat yang mengalami masa transisi ini. Logikanya, seni yang diajarkan di sekolah menengah dan di perguruan tinggi seni adalah seni tradisional dan seni modern. Kebudayaan merupakan pelajaran yang berdiri sendiri dan diberikan terpisah.
Di tingkat sekolah menengah, pelajaran seni semestinya dipisahkan dengan pelajaran budaya. Di tingkat perguruan tinggi, pemerintah lebih baik mendirikan dua macam sekolah tinggi seni, yaitu institut seni untuk mewadahi seni tradisional dan institut seni untuk mewadahi seni modern. Kebudayaan jadi satu mata kuliah di dalam sekolah seni ini.
Indonesia bangsa multietnis. Banyak suku dan corak seni tradisional di dalamnya. Jika seni setiap daerah ingin dipertahankan dan dikembangkan, sebaiknya setiap provinsi mendirikan institut seni di daerahnya masing-masing sehingga di Indonesia banyak sekolah seni tradisi, seperti Institut Seni Bali, Institut Seni Batak, Institut Seni Bugis, demikian pula dengan Dayak, Jawa, Papua, dan sebagainya.