Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia
Jika dicermati, industri otomotif Indonesia sebenarnya masih tahap merakit dan belum punya merek asli Indonesia. Dominannya merek Jepang (Toyota, Honda, Daihatsu, Mazda, Nissan, Suzuki, Mitsubishi, dan Isuzu), Eropa (BMW, Mercedez, Audi, VW), Korsel (Hyundai, KIA) menunjukkan betapa industri mobil dikuasai pemain global. Para pemain otomotif utama Indonesia adalah jawara kaliber global yang mengendalikan kebijakan suplai bahan baku/komponen, model, pemasaran, serta pengembangan teknologi otomotif.
Kebijakan industri otomotif di Indonesia masih mengacu agen tunggal pemegang merek (ATPM). Tak mengherankan, industri otomotif nasional masih terbatas pada perakitan, minim ekspor, dan transfer teknologi dari prinsipal. Industri mobil nasional masih menjadi ”anak tiri” dalam struktur industri di Indonesia.
Komisi VI DPR, minggu lalu, sepakat membentuk panja pengembangan industri otomotif nasional guna mendesak pemerintah dan swasta mendukung pengembangan program mobnas. Komisi VI minta Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Riset dan Teknologi, serta lembaga pemerintah non-kementerian bidang ristek terus-menerus berkoordinasi mengembangkan inovasi, membantu desain dan rancang bangun mobnas.
Benarkah pemerintah tak serius kembangkan mobnas? Dalam Perpres No 28/2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dan buku putih Kementerian Perindustrian memang tak disinggung tentang mobnas secara eksplisit. Strategi jangka panjang industri kendaraan bermotor hingga 2025 adalah memperkuat basis produksi kendaraan niaga, kendaraan penumpang kecil, dan sepeda motor, meningkatkan kemampuan teknologi produk dan manufaktur industri komponen kendaraan bermotor, memperkuat struktur industri pada semua rantai nilai melalui pengembangan kluster otomotif, pengembangan keterkaitan rantai suplai melalui kluster, pengembangan desain rekayasa, pengembangan produk komponen otomotif, serta manufakturing penuh sepeda motor utuh.
Kalau kita serius mau mengembangkan mobnas, mau tak mau, arah kebijakan industri nasional, khususnya kluster industri alat angkut, perlu direformasi. Selain mobil Esemka, sebenarnya terdapat sejumlah mobnas lain, seperti Komodo (PT Fin Komodo), GEA (PT Inka), Arina (UNS Semarang), Mobira (PT Sarimas Ahmadi Pratama), dan Mahator (PT Maha Era Motor). Mobil berkonsep city car Tawon juga diproduksi PT Sumber Grasindo Jaya di Rangkasbitung, Banten, dan sudah berstandardisasi Euro 3 serta hampir 100 persen komponennya lokal meski mesin masih impor. Pemprov Sulawesi Selatan bersama Universitas Hasanuddin dan PT Inka tak mau kalah dengan Esemka, mencipta mobil lokal bernama Moko.
Bukan sekarang saja mobil lokal berusaha jadi tuan rumah di negeri sendiri. Mulai dari mobil Timor dengan program mobnas era Orde Baru, minibus Texmaco Macan, bajaj Kancil, hingga mobil Marlip buatan LIPI. Semua tenggelam. Jadi, apa yang perlu dilakukan agar mobnas laku di pasaran dan jadi tuan di negeri sendiri?