”Logikanya, anak yang kuliah 4 tahun masak tak bisa menulis. Kalau kurang jurnalnya, ditambah saja. Saya akan memilih kuantitas dulu. Bagaimana mau berkualitas kalau karyanya saja tidak ada. Yang penting, karya ilmiah ada saja dulu,” kata Nuh.
Ia menilai setiap mahasiswa pasti menghasilkan produk tulisan, apakah itu skripsi, tugas akhir, ataupun laporan magang. ”Tidak ada yang sulit. Tidak perlu khawatir, 3-6 halaman itu cukup. Kenapa khawatir? Karena kita belum terbiasa,” kata Nuh.
Harus bertahap
Rektor Universitas Haluoleo (Unhalu) Kendari Usman Rianse menilai kebijakan tersebut semestinya dilakukan secara bertahap untuk program doktor dan magister, serta untuk 10 perguruan tinggi terbaik dulu di Tanah Air.
”Bagi beberapa perguruan tinggi luar Jawa, perlu diberikan pelatihan terlebih dahulu dalam penulisan di jurnal dan pengelolaan jurnal,” kata Usman.
Jika langsung diberlakukan, ia khawatir terjadi kekacauan dalam pengelolaan jurnal sehingga banyak mahasiswa yang terlambat lulus menjadi sarjana. ”Banyak jurnal di kampus yang sudah tidak beroperasi,” katanya.
Arif Satria, Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, mengatakan, kebijakan tersebut semestinya untuk program doktor dan magister lebih dulu.
”Supaya lulusan magister dan doktor benar-benar mampu melahirkan karya ilmiah yang berkualitas. Tidak seperti sekarang, dapat gelar doktor mudah sekali tanpa ada karya ilmiah yang bermutu,” kata Arif. (LUK/ELN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.