Agraris
Jejak kehidupan agraris di Liyangan terekam dalam bulir padi yang terbakar awan panas dan ditemukan Balai Arkeologi Yogyakarta saat melakukan ekskavasi. Bulir-bulir padi yang menjadi arang itu terkubur material letusan Gunung Sindoro setebal 6-8 meter.
Awan panas menghapus Liyangan kuno dari rekaman waktu selama 1.037 tahun hingga ditemukan kembali pada 2008. Para petambang pasir membongkar "kuburan" itu dan kampung pada zaman Mataram Kuno pun tersingkap.
Arkeolog dari Balai Arkeologi Yogyakarta, Sugeng Riyanto, mengatakan, sejak masyarakat melaporkan temuan itu, Balai Arkeologi Yogyakarta mulai meneliti kawasan itu pada tahun 2000 dan dilanjutkan pada 2009 dan 2010.
"Tahun 2000, kami menemukan batu yang konstruksinya mirip talut dan beberapa komponen batu candi ataupun arca di ketinggian 1.100-1.200 meter di atas permukaan laut," ujar Sugeng.
Penggalian itu mengungkap sebuah permukiman Mataram Kuno. Selain candi, juga ditemukan bekas dinding bangunan dari bambu dan tiang rumah yang telah menjadi arang. Dengan meneliti umur bambu yang telah berubah menjadi arang, Balai Arkeologi Yogyakarta berkesimpulan, pemusnahan peradaban akibat letusan Gunung Sindoro yang sangat dahsyat itu terjadi sekitar tahun 971 Masehi.
Ingatan terputus
Liyangan bukan satu-satunya jejak peradaban Mataram yang terkubur letusan gunung api dan kemudian ditemukan secara tak sengaja. Dampak letusan gunung api terekam sepanjang penelusuran di lereng selatan Gunung Merapi. Puluhan candi yang dibangun di lereng Merapi sekitar abad ke-9 terkubur oleh awan panas dan banjir lahar.
Hidup dikepung gunung api membuat kehidupan dan peradaban di Bumi Mataram pada masa lalu dipengaruhi letusan-letusan gunung api. Pusat Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berpindah-pindah mulai dari Dieng, lalu ke Magelang, hingga ke sekitar Prambanan, sebelum kemudian tiba-tiba menghilang dan berpindah ke Jawa Timur. Banyak yang menduga perpindahan ini karena dampak letusan gunung api, selain gempa bumi dan pergolakan politik.
Jejak kehidupan dari masa lalu yang terkubur material gunung api ini biasanya terlupakan sampai ditemukan secara kebetulan oleh masyarakat yang sedang menggarap lahan, membangun rumah, atau menambang pasir. Masyarakat yang menghuni kawasan Liyangan, misalnya, tak pernah mengira di bawah timbunan pasir di pinggir desa mereka pernah ada perkampungan padat pada masa lalu yang kemudian musnah karena letusan Gunung Sindoro.
Geolog dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Yogyakarta, Helmy Murwanto, mengatakan, penemuan situs Liyangan semestinya juga menjadi pengingat tentang jejak bencana akibat letusan Gunung Sindoro pada masa lalu. Terakhir, Gunung Sindoro meletus pada 1910 sehingga masyarakat kemungkinan tak memiliki memori tentang letusan dahsyat gunung ini. Padahal, gunung api aktif yang sudah lama terdiam ini pernah memiliki jejak mematikan. Peradaban yang kini dibangun banyak yang berdiri di atas tapak bencana pada masa lalu. (ROW/INE/ABK/ANG/AIK)
Ikuti perkembangan Ekpedisi Cincin Api di: www.cincinapi.com atau melalui Facebook: ekspedisikompas atau twitter: @ekspedisikompas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.