Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beban Mata Pelajaran Siswa Terlalu Banyak

Kompas.com - 23/02/2012, 08:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak materi pelajaran di sekolah yang tidak relevan dengan kondisi di luar sekolah atau kehidupan sehari-hari. Bahkan, sistem pendidikan nasional terbukti tidak mengembangkan kreativitas siswa. Padahal, pendidikan seharusnya mendorong dan mengembangkan kreativitas siswa.

Demikian pokok persoalan yang mengemuka dalam seminar ”Revitalisasi Pendidikan Menuju Generasi Bangsa yang Cerdas dan Berkarakter di Tengah Kemajemukan” yang diselenggarakan Yayasan Tarakanita, Rabu (22/2/2012), di Jakarta.

Dalam seminar itu terungkap, filosofi, konsep, desain, dan arah pendidikan juga tidak jelas. Dalam buku pelajaran memang ada kompetensi yang diharapkan dari siswa, tetapi hanya dalam uraian kata-kata dan tidak tecermin dalam materi pelajaran secara keseluruhan.

Beban mata pelajaran yang harus diikuti siswa juga sangat banyak, bisa 17 mata pelajaran untuk SMA, tetapi tidak membawa pengaruh apa-apa pada pengetahuan, cara berpikir, dan perilaku siswa.

Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan Pasca Sarjana Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Anita Lie, menilai materi pembelajaran di sekolah banyak yang tidak relevan dengan realitas abad ke-21.

Tidak berpikir kritis

Praktisi pendidikan HAR Tilaar menambahkan, sistem pendidikan nasional tidak mengembangkan kreativitas siswa. Siswa tak dididik dan dibiasakan berpikir kritis dan kreatif yang melahirkan motivasi dan jiwa entrepreneur. Hal ini disebabkan sistem pendidikan nasional masih mengikuti sistem kolonial.

”Tujuan pendidikan kolonial adalah menjadi pegawai. Sistem pendidikan yang sekarang juga mendidik siswa menjadi pegawai,” kata HAR Tilaar.

Untuk mengatasi persoalan ini, menurut pengamat pendidikan Darmaningtyas, siswa seharusnya tidak hanya belajar teori, tetapi juga mempraktikkan teori yang dipelajarinya. Jika sekolah mempraktikkan teori dengan hal-hal yang praktis dan konkret, Darmaningtyas yakin akan terjadi perubahan. ”Materinya tidak selalu harus masuk kurikulum. Ajak siswa mengatasi persoalan konkret di masyarakat,” kata Darmaningtyas.

Direktur Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Romo Franz Magnis-Suseno menilai model pendidikan yang masih dipakai saat ini hanya model ”mengisi botol”, hanya sekadar memberikan pelajaran. Siswa sebaiknya dirangsang untuk selalu ingin tahu, suka menyelidiki, dan dirangsang perkembangan fantasinya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com