JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, untuk mengurangi plagiarisme dibutuhkan transparansi dalam dunia pendidikan. Transparansi keilmuan merupakan syarat agar terciptanya akuntabilitas pendidikan.
Oleh karena itu, kata Nuh, publikasi karya ilmiah menjadi penting sebagai wujud transparansi dari produk-produk ilmu pengetahuan.
"Korupsi yang terjadi juga kan karena tidak adanya transparansi," kata Nuh, Senin (5/3/2012) malam, di Gedung Kemdikbud, Jakarta.
Ia mengakui, ada kesulitan untuk mendeteksi apakah sebuah karya tulis ilmiah terindikasi plagiarisme atau tidak. Akan tetapi, hal itu akan lebih mudah jika karya tulis ilmiah itu menggunakan sumber yang bersifat terbuka, dalam arti bisa diakses oleh siapa saja.
Untuk mencegah plagiarisme semakin merjalela di masa yang akan datang, Nuh merekomendasikan tiga cara untuk mengatasinya. Pertama, memberikan sanksi tegas dan seberat-beratnya untuk setiap praktik plagiarisme. Ini dilakukan agar memberikan efek jera kepada para pelakunya.
Kedua, Tim Penilai Angka Kredit (TPAK) sebagai pintu pertama pengajuan guru besar harus memeriksa dengan teliti sebelum dilanjutkan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dan Mendikbud.
Ketiga, Nuh menekankan pentingnya sistem informasi untuk mendukung pengawasan plagiarisme. Meski pun, saat ini Indonesia sudah memiliki sistem jurnal online, akan tetapi dinilainya masih kurang.
"Harus dibantu dengan sistem yang mumpuni untuk mengakses sumber terbuka yang lebih banyak. Di sinilah ampuhnya pembangunan budaya transparansi," paparnya.
Sebagai informasi, dunia pendidikan Indonesia kembali tercoreng oleh praktik plagiarisme. Tiga orang yang mengajukan diri sebagai Guru Besar dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung menjadi terduganya.
Pada Jumat (2/3/2012) lalu, UPI menggelar konferensi pers yang menyatakan pembatalan pengajuan tiga calon guru besar tersebut. Alasannya, karya tulis mereka terbukti menjiplak setelah melalui proses penilaian yang dilakukan oleh TPAK dari Kemdikbud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.