JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mendesak perguruan tinggi memberi sanksi berat kepada pelaku plagiasi. Hal itu diharapkan akan memberikan efek jera terhadap pelanggar norma akademik.
Hal itu dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, Senin (5/3), di Jakarta. ”Perguruan tinggi harus menegakkan hukum. Kredibilitas perguruan tinggi bergantung pada itu,” kata Nuh.
Ia mengakui, tim evaluasi atau penilai angka kredit kurang teliti sehingga masih ada kasus plagiasi yang nyaris lolos. Ia mendorong tim di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi lebih teliti. ”Pemeriksaan dan rekomendasi final ada di saya. Saya periksa dokumen-dokumen pengangkatan guru besar. Beberapa kali saya temukan ada yang tidak cocok. Jika ada yang mengganjal, saya meminta Dirjen Dikti periksa lagi,” kata Nuh.
Selain itu, perlu juga sistem informasi terbuka agar tiap karya ilmiah bisa dilihat publik. Di situ pentingnya publikasi karya ilmiah di jurnal.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud Djoko Santoso menambahkan, kasus-kasus plagiasi, terutama di proses pengangkatan guru besar, diduga terjadi karena guru besar merupakan status sosial atau jenjang tertinggi di dunia akademik.
Penghargaan ekonomi untuk guru besar pun semakin tinggi. Seorang guru besar saat ini paling tidak menerima tunjangan Rp 13 juta-Rp 14 juta per bulan. Tunjangan guru besar itu di luar gaji pegawai dan tunjangan fungsional. ”Dulu paling-paling cuma Rp 5 juta per bulan,” kata Djoko.
Selain itu, kata Nuh, plagiasi juga terjadi karena integritas ilmuwan melemah. ”Itu kira-kira alasannya mengapa banyak yang nekat melakukan plagiasi,” ujarnya. (LUK)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.