Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Mencerdaskan Kaum Jelata

Kompas.com - 11/03/2012, 08:59 WIB

Liana mengontrak dua rumah senilai masing-masing Rp 15 juta per tahun untuk disulap menjadi sekolahan. Di situlah kini terdapat kelas TK A dan TK B serta SD sampai kelas III. Para murid sekolah ini umumnya warga kampung kumuh di pinggiran Kota Surabaya yang orangtua mereka tak mampu menyekolahkan anak mereka di sekolah berbiaya.

Viloh Menanangung (28) yang siang itu mengantar anaknya ke Sekolah Pelita Permai mengatakan, Kartono Budiman (6) berubah banyak setelah bersekolah. Dulu Kartono sering berbicara kasar karena bergaul dengan orang dewasa. Kini, ia sudah lebih santun. Sebagai orang kecil, Viloh bersyukur anaknya bisa bersekolah di sekolah gratis.

Liana bercerita tidak hanya mengurus soal sekolah anak- anak. Kesibukannya pun bertambah-tambah karena banyak anak yang tidak punya kebiasaan mandi. Ia dan para relawan memandikan anak-anak, muridnya, di sekolah. Pekerjaan Liana bahkan sampai mengurus akta kelahiran anak-anak didiknya. ”Banyak orangtua yang tak punya surat nikah. Jadi, anak-anak ini juga tidak punya akta kelahiran,” katanya.

Fondasi karakter

Novelis Ahmad Fuadi mendedikasikan seluruh royalti novel Negeri 5 Menara untuk membangun Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Komunitas 5 Menara di kawasan Pondok Ranji, Bintaro. Meski baru dimulai setahun lalu, PAUD ini sudah merekrut 35 anak. Pada awalnya Ahmad Fuadi dan para relawan menyisir kampung di sekitar rumahnya untuk mencari anak-anak dari keluarga kurang mampu yang belum bersekolah.

Bahkan, kini PAUD Komunitas 5 Menara menampung Kendra (5), anak autis yang membutuhkan perhatian lebih khusus. ”Awalnya sulit, tetapi dengan sabar, alhamdulillah sekarang Kendra sudah bisa menahan diri,” kata Kepala Sekolah PAUD Komunitas 5 Menara Atikah (42).

Sekolah ini didirikan Ahmad Fuadi dengan mengontrak tanah kosong di dekat perumahan Bintaro Jaya. Ia kemudian mendirikan dua bangunan sederhana yang dijadikan kelas TK A dan TK B. Meski bangunannya sederhana, ruangannya boleh dibilang sekelas dengan sekolah- sekolah swasta berbayar mahal. ”Saya ingin mereka juga bisa menikmati fasilitas terbaik,” kata novelis yang novelnya, Negeri 5 Menara, baru saja difilmkan itu.

Menurut Fuadi, dia memilih pendidikan usia dini karena sadar bahwa tingkat ini menjadi saat- saat meletakkan fondasi karakter dan budi pekerti anak. ”Orang pintar di Indonesia banyak, tetapi banyak juga yang korupsi. Jadi, soal kognitif saja tidak cukup,” katanya.

Mantan presenter Dik Doank lebih kurang punya kepedulian yang sama. Dik membangun komunitas yang dia sebut Komunitas Kreativitas Kandank Jurank Doank (KJD) di kawasan Sawah Baru, Ciputat, Tangerang Selatan. Bersama 70 relawan di KJD, Dik mengajar anak-anak dalam sekolah informal yang menekankan pengajaran seni. Anak- anak yang bergabung di sini tidak dibatasi ruangan kelas, mereka belajar layaknya di sekolah alam. Di KJD, antara lain, disediakan fasilitas perpustakaan, arena bermain, kolam ikan, serta ruang- ruang berlatih musik, tari, dan menggambar. Asal tahu, semua pengajarannya berlangsung secara gratis.

Karena sekolahnya informal, kata Dik, puluhan anak yang tergabung di KJD tidak pernah mengikuti ujian. ”Ujian untuk anak-anak ini nantinya dalam kehidupan nyata mereka,” katanya. Meski sedang berada dalam puncak karier sebagai artis penyanyi, Dik meninggalkan segalanya agar bisa lebih fokus mengurus anak-anak. Ia memulai semuanya pada tahun 1993 dengan dana dari koceknya sendiri. ”Allah yang membuat semua ini besar, mungkin karena semua datang dari hati dan cinta,” katanya.

Mereka melakukan segalanya dengan ikhlas dan penuh pengharapan agar generasi bangsa ini menuju arah yang lebih baik. Prinsipnya, lebih baik berbuat kecil daripada menunggu langkah besar pemerintah yang entah kapan datangnya…. (CAN/WKM/DAY/ARA/MYR)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com