Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar Tari Tak Harus untuk Menjadi Penari

Kompas.com - 30/03/2012, 10:33 WIB

MuDAers pasti suka melihat tari modern, ya! Aneka tari modern semakin sering tampil pada berbagai acara, mulai acara untuk anak muda seperti Kompas MuDA Creativity sampai peresmian kantor baru.

Jangan salah paham, ya, ini tak berarti kita mengesampingkan tari tradisional, lho. Tari tradisional harus kita jaga dan pelihara. Namun, tidak ada salahnya mencoba hal baru, tari modern, misalnya.  Beberapa jenis tari moderan antara lain hip hop, R&B, dan shuffle.

Salah satu tempat belajar menari modern di Jakarta adalah ”P” Seven, yang terletak di Pintu Tujuh Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta. ”P” Seven adalah tempat kursus tari spesial aliran hip hop. Setiap Selasa pukul 19.00-21.00, siswa SD sampai karyawan berlatih di kelas-kelas tingkat dasar sampai menengah.

Ada enam instruktur untuk melatih sekitar 200 peserta kursus. Mayoritas peserta adalah para remaja. Instruktur di tempat latihan tari itu—Reza, Opan, Ficky, Fini, Ricky, serta Budi—yang memimpin ”P” Seven. Mereka dikenal sebagai penari profesional.

Salah satu yang menyenangkan di ”P” Seven adalah suasana belajar yang asyik. Para instruktur pun tidak memosisikan diri sebagai guru.

”Aku merasa hubungan siswa dan guru di sini kayak abang-adik. Suasana seperti ini bikin latihan jadi terasa enak,” kata Ramos (17), siswa kelas XI SMA Negeri 76 Jakarta Timur. Anak Bekasi Utara itu bergabung di ”P” Seven sejak dua bulan lalu.

Jarak yang relatif jauh dari rumah ke GBK tak menghalangi hasratnya untuk belajar hip hop. ”Semula ortu (orangtua) saya melarang karena tempatnya jauh, tetapi saya serius ingin belajar di sini. Akhirnya ortu mengizinkan,” ujar Ramos yang semula belajar tari dari situs YouTube.

Alasan hampir sama disampaikan Try Marisdo (17), siswa kelas XI SMAN 2 Bekasi, yang lebih senior dari Ramos. Risdo yang berlatih di kelas menengah ini piawai menari hip hop. ”Instruktur di sini dikenal sebagai penari jago. Makanya aku belajar di sini,” katanya.

Apabila Ramos mengendarai sepeda motor dari rumah ke tempat kursus, Risdo memilih naik bus dari rumahnya di Kota Bekasi ke GBK. ”Saya sampai rumah sekitar pukul 22.30-23.00. Capek sih enggak, mungkin karena saya sudah biasa,” kata cowok yang bisa menari jaipong, kecak, dan tari piring itu. Kepiawaian menari membuat dia menjadi penari dalam iklan-iklan minuman kesehatan dan makanan ringan.

Belajar menari di tempat ini biayanya relatif murah, Rp 150.000 per bulan. Uang kursus itu lebih banyak digunakan untuk membayar ongkos sewa gedung dan sisanya untuk para instruktur. ”Segitu saja masih banyak yang belum bayar, he-he,” kata Opan, salah satu instruktur.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau