Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"The Devils are in The Details", Karut Marut Pendidikan Indonesia

Kompas.com - 18/04/2012, 16:18 WIB
M.Latief

Penulis

Terlepas dari nilai guru pada hasil uji kompetensi guru, apakah pemerintah benar-benar tahu kapasitas guru yang sesungguhnya? Apakah pemerintah tahu bahwa masih banyak guru yang tidak bisa membuat bahan ajar sendiri?

Merasa sudah berbuat sesuatu

Memang, pemerintah sudah merasa "berbuat sesuatu" dengan menyeleksi berbagai buku pelajaran melalui Pusat Kurikulum dan Buku Kementerian Pendidikan Nasional (Puskurbuk). Tentu hal ini patut kita apresiasi. Tetapi, apakah hal tersebut berarti tanggung jawab pemerintah selesai? Apakah pemerintah boleh lepas tangan terhadap apa yang terjadi di dalam kelas?

Seperti diberitakan di Kompas.com (12/4/2012), Diah Hariyanti (Kepala Puskurbuk) mengatakan, "Itu bukan tanggung jawab kami karena LKS diedarkan tanpa harus melewati seleksi Puskurbuk".

Tampaknya, yang dilupakan pemerintah adalah bahwa pemerintah terdiri dari berbagai komponen. Puskurbuk hanyalah salah satu komponen dari pemerintah. Baik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Dinas Pendidikan Tingkat Kota, Pengawas Sekolah, sampai guru-guru (khususnya yang bergelar PNS), juga merupakan bagian dari pemerintah. Dalam hal ini, mereka bertugas melayani peserta didik sebaik-baiknya, agar semua peserta didik bisa menjadi lebih cerdas dan berkembang potensinya. Nah, apakah pemerintah benar-benar melakukan ini?

Lalu, di mana fungsi pengawas sekolah?

Sebenarnya di dalam sistem pendidikan Indonesia yang sekarang ada fungsi pengawas. Pengawas ini seharusnya bisa berperan banyak untuk mencegah penggunaan bahan ajar yang rendah kualitasnya. Mereka harus memeriksa berbagai dokumen pembelajaran seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan bahan ajar untuk guru.

Tak hanya itu. Mereka juga harus melakukan observasi untuk menilai Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di dalam kelas. Kalau observasi, analisa, dan hasil evaluasi mengenai KBM dilakukan secara benar, kasus seperti penggunaan LKS "Istri Simpanan" bisa dihindari.

Setidaknya, pengawas seharusnya tahu sekolah mana yang masih menggunakan LKS atau buku pelajaran yang rendah mutunya. Mereka harus merekomendasikan buku lebih berkualitas dan malah seharusnya membantu meningkatkan kualitas guru, sehingga mereka bisa membuat bahan ajar sendiri.

Di sisi lain Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional harus mulai membuka mata. Mereka harus mulai mengumpulkan data base berupa berbagai kondisi pendidikan di Indonesia (bukan hanya sekolah yang bagus), mengevaluasi kinerja pengawas sekolah, serta membantu meningkatkan kapasitas guru agar bisa menyeleksi dan membuat bahan ajar sendiri, yang bersifat edukatif tentunya!

(Penulis adalah Direktur Riset dan Pengembangan Program Ikatan Guru Indonesia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau