Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lalu, Untuk Apa LKS Dipertahankan?

Kompas.com - 19/04/2012, 12:15 WIB
M.Latief

Penulis

Contoh lain adalah LKS pada pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk siswa kelas 4. Dalam LKS itu disuguhkan soal-soal yang mengharuskan mereka tahu perangkat negara dari level desa sampai level nasional. Di dalamnya ada pertanyaan seperti, "Sumber pendapatan desa itu dari mana?", "Fungsi LKMD adalah...", dan "Anggota-anggota DPRD berasal dari...".

Jelas sekali, bahwa pertanyaan itu semua menyebabkan siswa hanya belajar untuk tahu tanpa bisa menghayati fungsi dirinya sebagai warga negara. Padahal, pada usia itu siswa akan lebih tepat untuk mendapatkan PKn yang lebih kepada meningkatkan nasionalisme dalam bentuk sikap dan tanggung jawab.

Nah, bandingkan dengan kegiatan di sebuah sekolah di Bandung. Para guru mengajak siswanya menjahit bendera merah-putih di kausnya. Selain itu, dia juga mengajak siswanya untuk mendengarkan lagu Indonesia Raya, kemudiaan siswa diminta menjelaskan makna lagu Indonesia Raya bagi mereka dan bagian mana yang membuat mereka terharu. Tentu saja, kegiatan para siswa sekolah di Bandung ini jauh lebih bermakna daripada mengisi teori-teori pada LKS PKn tadi.

Tak hanya itu, karena masih sangat banyak soal-soal ngawur di LKS. Faktanya, LKS semacam itu masih sering digunakan di sekolah. Banyak kepala sekolah sudah teken kontrak dengan penerbit. Akibatnya, mau tak mau, LKS tersebut harus dipakai. Orang tua murid yang merasa bayar juga protes ketika LKS-nya tidak dipakai. Mereka bilang, "Sudah dibayar, kenapa tidak dipakai?".

Alhasil produk LKS adalah lebih pada urusan dagang, bukan pengayaan materi ajar. Menurut saya, LKS tak lebih dari kumpulan soal yang digunakan sebagai alat untuk mencari keuntungan finansial semata.

Nah, apakah guru pernah meneliti dampak penggunaan LKS terhadap kemampuan berfikir siswa?

Secara kasat mata terlihat, jenis bahan dalam LKS berisi sederetan soal yang hanya meminta siswa untuk tahu sesuatu. Informasi-informasi yang harus diketahui siswa pun dilakukan secara pasif, hanya dengan membaca materi di dalamnya tanpa perlu dikritisi.

Bisa saya katakan, isi LKS yang dipakai para siswa di sekolah saat ini tidak bisa meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Diperlukan kajian ulang menyeluruh mengenai beberapa aspek menyangkut penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Unsur penting dalam penyelenggaraan proses pembelajaran di kelas menyangkut kurikulum atau silabus yang diterjemahkan menjadi RPP, bahan ajar, metode mengajar dan asesmen. Sudahkah keempat unsur ini saling terkait?

Saat ini terlihat jelas, bahwa guru hanya mengandalkan membawa materi ke kelas dan menyebutnya itu mengajar. Jika LKS ditulis sebagai pengayaan materi, apakah memang ada tujuan pembelajaran yang akan dicapai? Atau, siswa sekedar diajak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada hubungannya dengan meningkatkan kemampuan pikirnya? Lalu, untuk apa penggunaan LKS seperti ini dipertahankan?

(Penulis adalah aktivis di Ikatan Guru Indonesia)

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com