Tantangan kedua adalah membagi waktu dan perhatian antara kebutuhan si kecil, kebutuhan rumah, kebutuhan pribadi saya dan suami, serta tuntutan kuliah. Kalau buka buku manajemen waktu, jawabannya pasti klise: planning.
Bagi yang punya anak pasti tahu, bahwa rencana sematang apapun bisa kandas dengan seketika. Anak bayi dan balita mana bisa disuruh ikut jadwal deadline tugas ibunya? Berapa kali si kecil sakit di minggu yang sama saat saya harus menyerahkan tiga esai dan makalah. Berapa kali dia memutuskan untuk muntah atau mogok makan di pagi hari sebelum kuliah penting?
Kemampuan utama yang perlu dikuasai semua ibu, apalagi berperan ganda sebagai mahasiswi seperti saya, adalah skil berimprovisasi dan kemampuan untuk tetap bersikap tenang menjelang tenggat waktu. Beruntungnya, banyak dosen pengertian yang siap memberikan perpanjangan tenggat waktu (extension).
Tahun lalu, kendati mengasuh bayi mungil yang langganan sakit di musim dingin, saya berhasil menyelesaikan draduate diploma dengan nilai memuaskan dengan rata-rata distinction dan gelar Diploma of Merit. Bahkan, tantangan di tahun ini tidak kalah berat: menjalankan riset untuk program S-2 saya sambil mengurus balita lincah yang sama keras kepalanya seperti ibunya!
Kembali pada skenario di atas, yang jelas, tiap kali saya berada pada posisi "terjepit" harus menyelesaikan tugas dan menenangkan anak, saya tahu, mana prioritas saya dan tahu kapan saya harus dan dapat melakukan improvisasi. Bagi saya, kehadiran si kecil bukan hambatan untuk kuliah, melainkan menjadi pendorong yang kuat bagi saya untuk mencetak prestasi dan lulus dengan nilai yang terbaik.
(Penulis adalah anggota dan kontributor di http://nengkoala.wordpress.com)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.