Danau-danau Penanda Jejak Tektovulkanik

Kompas.com - 23/04/2012, 09:03 WIB

Di Sumatera Utara, kita juga menemukan Danau Toba yang merupakan produk letusan gunung api raksasa (supervolcano) sekitar 74.000 tahun lalu. Letusan ini merupakan letusan gunung api terkuat yang pernah terjadi di dunia dalam dua juta tahun terakhir.

Craig A Chesner, geolog dari Universitas Eastern Illinois menyebutkan, letusan ini telah menciptakan badai vulkanik sehingga menyebabkan dunia diliputi kegelapan total selama sekurangnya enam tahun.

Fotosintesis tak terjadi. Kelaparan mendera. Antropolog Stanley H Ambrose dari University of Illinois (1998) menyebutkan, nenek moyang manusia modern (homo sapiens) nyaris punah akibat letusan ini. Periode ini, menurut Ambrose, dikenal sebagai bottle neck atau kemacetan populasi

Danau tektonik

Selain danau vulkanik, Sumatera juga memiliki danau-danau yang murni terbentuk dari aktivitas tektonik, salah satunya Danau Singkarak di Sumatera Barat. Proses pembentukan Danau Singkarak menjadi obyek penelitian ilmu kebumian yang sangat menarik. Sejumlah peneliti telah menawarkan beberapa teori evolusi Singkarak.

Van Bemmelen dalam karya besarnya Geology of Indonesia (1949) menilai cekungan-cekungan di sepanjang Sumatera sebagian besar terbentuk akibat proses vulkano-tektonik. Berdasarkan teori itu, Singkarak merupakan sisa gunung api raksasa yang meletus dahsyat dan kemudian membentuk danau seiring dengan pertumbuhan sesar yang memotongnya. Teori vulkano-tektonik juga disampaikan Bemmelen untuk menjelaskan terbentuknya lima danau di cekungan Suoh, Lampung.

Namun, teori Bemmelen mengenai pembentukan Singkarak dan Suoh diluruskan oleh sejumlah geolog yang melakukan penyelidikan lebih dalam. Geolog senior dari Institut Teknologi Bandung, MT Zen, menelusuri jejak pembentukan Singkarak pada Februari-Maret 1970. Hasil penelitian profesor yang gemar mendaki gunung itu dituangkan dalam jurnal berjudul ”Origin of Singkarak Lake in the Padang Hinghlands”.

Zen tidak menemukan jejak endapan material letusan gunung api tua di lembah-lembah di sekitar danau. Bukit-bukit yang mengelilingi danau juga tidak mencirikan dinding sisa runtuhan tubuh gunung api akibat letusan kaldera. Dinding kaldera sangat khas karena tegak, seperti di Danau Maninjau.

Singkarak, menurut Zen, terbentuk murni akibat proses tektonik dari sesar-sesar yang ada di sekitarnya. Danau ini merupakan bagian dari cekungan memanjang Singkarak-Solok yang merupakan salah satu segmen Sesar Besar Sumatera. Cekungan besar yang memanjang itu kemudian terbendung material letusan gunung api muda Merapi, Singgalang, dan Tandike di sisi barat laut. Di sisi tenggara terbendung oleh endapan material letusan Gunung Talang.

”Lembah panjang Singkarak- Solok merupakan graben (amblesan). Ini bagian dari sesar Sumatera. Danau Singkarak sendiri terbentuk akibat pembendungan di kedua ujung lembah oleh material letusan gunung api. Lembah panjang itu terbentuk sebelum proses vulkanik begitu aktif memuntahkan materialnya,” tulis Zen.

Kerry Sieh dan Danny Hilman lebih rinci membahas tentang evolusi Danau Singkarak. Dalam hipotesis mereka yang dituangkan dalam Neotectonics of The Sumatran Fault (2000), Danau Singkarak bertambah lebar seiring pergeseran dua sesar yang mengapit danau. Singkarak diapit dua sesar pisah tarik yang merupakan bagian dari segmen Sianok dan segmen Sumani yang terpisah sejauh 7,5 kilometer.

Setiap kali terjadi gempa, terjadi pergeseran sesar yang bervariasi mengikuti kekuatan gempa. Total pergeseran Singkarak diperkirakan 23 kilometer hingga terbentuk danau seperti yang ada sekarang ini. Evolusi luas Danau Singkarak itu berawal dari pergeseran 3 km, kemudian berkembang menjadi 8 km, 13 km, dan sekarang ini 23 km. Danau ini terus tumbuh, menandai pergeseran yang terus terjadi.

Proses tektonik yang membentuk Danau Singkarak ini juga terjadi dalam pembentukan danau tektonik lain di Sumatera, seperti Danau Diatas dan Danau Dibawah (Sumatera Barat) serta Danau Kerinci di Jambi.

Bagi para geolog, paduan antara aktivitas tektonik dan vulkanik ini merupakan obyek penelitian yang menarik dan tiada duanya sebagaimana disebutkan Robert McCaffrey dari Rensselaer Polytechnic Institute dalam tulisannya ”The Tectonic Framework of the Sumatran Subduction Zone” (2008). Namun, gerak geologi Sumatera yang hiperaktif ini juga berarti ancaman besar dan mendorong kita untuk terus bersiaga.(Tim Penulis Cincin Api)

Artikel lebih lengkap baca http://www.cincinapi.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


    Terkini Lainnya

    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau