Dengan jumlah siswa 2.248 orang, mayoritas lulusan setiap tahun yang mencapai 450 siswa kerap habis terserap industri. Bahkan, sebagian besar sudah ”dipesan” industri sebelum lulus. Hanya sebagian kecil yang memilih melanjutkan ke pendidikan tinggi atau membuka usaha sendiri. Siswa yang paling banyak membuka usaha sendiri biasanya berasal dari jurusan tata busana dengan membuka usaha jahitan di rumah masing-masing.
Tidak jarang praktisi-praktisi dari industri kecantikan, seperti Martha Tilaar dan Viva, diundang untuk ikut mengajari siswa. Harapannya, wawasan dan keterampilan siswa sesuai dengan standar kebutuhan masyarakat atau industri. ”Kalau sedang ada tren di masyarakat, kami langsung meminta bantuan praktisi. Tanpa praktisi, siswa tidak akan berkembang,” kata Rochanah.
Bagian terberat dari SMK sering pada anggaran untuk praktik. Kalau sudah praktik, sulit membatasi anggaran karena satu siswa bisa praktik berkali-kali. Apalagi jika karyanya harus diulang-ulang hingga mendekati sempurna.
Atie menceritakan, ada saja siswa yang sering harus mengulang berkali-kali membuat kue atau
”Ini kan berarti pemakaian bahannya juga jadi lebih banyak. Kami tidak bisa membatasi ini karena ini bagian dari praktik siswa,” ujarnya.
Namun, beruntung bagi sekolah ini karena Pemerintah Kota Surabaya menanggung biaya sekolah siswa dan membantu biaya operasional praktik siswa. Kebijakan ini berlaku tidak hanya bagi sekolah ini, tetapi juga sekolah lain di wilayah
Sekolah ini secara keseluruhan membuka delapan program keahlian, yakni tata boga/jasa boga, patiseri, tata busana/busana butik, tata kecantikan rambut, tata kecantikan kulit, akomodasi perhotelan, usaha perjalanan wisata, dan multimedia. Selain itu, dibuka juga program keahlian setara D-1 dengan jurusan transportasi udara.
Program yang disebut dengan akademi komunitas (