Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rektor-rektor Inlander

Kompas.com - 03/05/2012, 09:30 WIB

Selain cerdas secara intelektual, juga cerdas secara sosial-kultural. Artinya, intelektualitas mahasiswa berkembang secara global, tetapi bermanfaat praksis di tataran lokal. Para manusia kampus tidak mengalami kegugupan budaya ketika keluar dari PT dan harus berinteraksi dengan masyarakat.

Internasionalisasi semestinya merupakan pengembangan kapital intelektual, bukan pelumpuhan budaya manusia-manusia penghuni kampus. Internasionalisasi harus mendekatkan manusia kampus dengan identitas kulturalnya, bukan pemiskinan intelektual kultural yang berakibat kegagapan budaya ketika manusia kampus kembali ke daerahnya.

Oleh karena itu, kampus perlu melakukan setidaknya dua hal dalam proses internasionalisasinya. Pertama, penambahan nilai kapital intelektual dalam diri manusia kampus.

Kapital intelektual tak semata-mata diukur dari tingginya indeks prestasi kumulatif lulusan kampus. Tak kalah penting adalah pola pikir-pola pikir global yang mampu mengatasi permasalahan yang terjadi di tataran lokal. Artinya, lulusan kampus tidak jadi intelektual tuna-guna. Ia menjadikan pengetahuan, keahlian, serta idealisme yang diberikan kampus untuk memikirkan secara kritis dan mendalam mengenai masyarakat di sekitar tempatnya melakoni hidup.

Kedua, memberi ruang aktualisasi budaya daerah di kampus. Sebagai tempat pelajar Tanah Air berkumpul, kampus jadi ruang tepat untuk memahami, mendialogkan, serta merajut beragam budaya Nusantara yang unik dan memiliki filosofi makna yang mendalam. Dengan begitu, kampus tidak menjadi ”pembunuh” identitas kultural individu karena mentalitas inlander pengelolanya (baca: rektor) yang terkagum-kagum kepada Barat.

Internasionalisasi seharusnya jadi sarana menambah nilai kapital intelektual penghuninya. Bukan asingisasi yang sekadar jadi pemuja budaya kedangkalan yang hanya menyentuh permukaan (Yudi Latif, 2012). Selain itu, internasionalisasi juga harus semakin menguatkan identitas sosial-kultural mahasiswanya, bukan menjadi pembunuh identitas kultural ataupun pemiskinan intelektual.

Internasionalisasi yang sekadar asingisasi hanya terjadi di kampus yang pengelolanya bermentalitas inlander yang mudah terkagum-kagum kepada Barat dan bangga dengan jurusan-jurusan internasional yang jauh dari realitas sosial sekitar. Namun, tentunya tak semua pengelola kampus bermental inlander.

BONNIE EKO BANI Pegiat Centre for Social and Education Studies (CSES) Solo

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com