Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sikap Kampus Terbelah

Kompas.com - 06/07/2012, 11:21 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap perguruan tinggi dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi terbelah. Sebagian pimpinan perguruan tinggi menghendaki RUU tersebut disahkan, sebagian yang lain meminta ditunda karena masih banyak pasal yang bermasalah.

Mantan anggota Forum Rektor Indonesia, Eko Budihardjo, menekankan bahwa DPR harus melibatkan semua pihak, terutama dari kalangan akademisi sebelum menyetujui Rancangan Undang- Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT).

”Jika tidak, dipastikan usia undang-undang tersebut tidak akan lama karena ada perlawanan,” ujarnya.

Dia meminta agar sebanyak mungkin pihak diajak bicara, terutama akademisi.

”Akademisi yang lebih tahu persoalan dan akan menjalaninya. Selain itu, akademisi bebas dari kepentingan politik,” kata Eko Budihardjo.

Dia mengingatkan, jangan sampai nasib Undang-Undang (UU) Pendidikan Tinggi sama seperti UU Badan Hukum Pendidikan (BHP), yang berumur pendek karena dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Edy Suandi Hamid mengatakan, ketidakpuasan sejumlah kalangan akademisi terhadap isi RUU PT jangan dianggap destruktif. Masukan beragam kalangan harus dianggap sebagai upaya penyempurnaan RUU tersebut.

”DPR lebih baik tidak usah buru-buru dan mengejar target pengesahan kalau memang masih banyak ketidakpuasan,” kata Edy Suandi Hamid.

Meski demikian, Universitas Airlangga, Surabaya, mendukung pengesahan RUU PT tersebut. Sekretaris Universitas Airlangga Hadi Subhan mengatakan, RUU PT itu bisa menyelamatkan perguruan tinggi dari Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang berpotensi mengekang otonomi perguruan tinggi.

”RUU PT memang tidak sempurna. Namun, RUU tersebut diperlukan untuk mengisi kekosongan hukum setelah Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan dibatalkan,” kata Subhan.

Dukungan terhadap pengesahan RUU PT juga datang dari Ketua Majelis Rektor PTN Indonesia, yang juga Rektor Universitas Hasanuddin, Makassar, Idrus Paturusi. Menurut dia, banyaknya ayat yang menyatakan ”akan diatur dalam peraturan menteri” jangan diartikan sebagai campur tangan negara yang terlalu kuat. ”Pemerintah memang berkewajiban membuat regulasi,” kata Paturusi.

Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Rochmat Wahab menambahkan, pemerintah menyusun RUU PT agar pengelolaan PT, khususnya PT negeri, tidak terlalu bebas. Sepanjang untuk menjaga rasa keadilan antarperguruan tinggi, intervensi tetap diperlukan. ”Intervensi tidak selalu negatif asal tidak bersifat politis,” kata Rochmat.

Banyak kelemahan

Eko Budihardjo menilai, dari sisi substansi, RUU PT memiliki banyak kelemahan. RUU, misalnya, tidak mengakomodasi pentingnya pemerataan pendidikan. ”Padahal, untuk kondisi pendidikan di Indonesia yang sangat beragam, pemerataan pendidikan harus menjadi prioritas,” ujar Eko Budihardjo.

Selain itu, perguruan tinggi swasta ataupun negeri jangan hanya terdorong untuk mengejar peringkat dunia. Perguruan tinggi harus mengarahkan lulusannya agar mampu mengelola sumber daya alam di Indonesia serta mampu memecahkan persoalan yang terjadi di masyarakat.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com