Para tutor harus memberi contoh pelafalan ejaan b, p, d, t, k, g, dan r. Huruf-huruf tersebut paling sulit diucapkan peserta CLS yang baru mengenal bahasa Indonesia.
Sementara tutor mahasiswa berkelas mahir tidak perlu mengajarkan pengucapan dan kosakata dasar. Namun, mereka harus siap menghadapi pertanyaan kritis mahasiswa, khususnya terkait tata bahasa dan kebudayaan Indonesia. ”Mahasiswa yang saya tangani sudah pintar berbahasa Indonesia dan sedang mengambil program S-3. Pertanyaan dia kadang-kadang sangat rumit,” kata Maulana, tutor mahasiswa CLS kelas menengah.
Peserta CLS dari sejumlah universitas di AS itu tampak antusias belajar bahasa Indonesia. Dari AS ada sekitar 160 mahasiswa yang ikut seleksi program ini, tetapi hanya terpilih 29 orang. Penyelenggara program mengutamakan komitmen mereka menggunakan bahasa Indonesia pada masa depan. Itu diungkapkan Garyk, mahasiswa dari North Carolina State University. ”Saat seleksi, saya menyatakan mau menggunakan bahasa Indonesia setelah program CLS ini. Nanti saya juga akan menjalin kerja sama di bidang lingkungan hidup dengan LSM Indonesia,” tuturnya.
Alasan peserta CLS mempelajari bahasa Indonesia beragam. Di antara mereka ada yang ingin mempelajari ekonomi di Indonesia, meneliti kebersamaan dan pluralisme agama di negara kita, serta ada pula yang tertarik meneliti Muslim di Indonesia. Untuk keperluan itu mereka harus belajar bahasa Indonesia agar bisa mengenal dan berkomunikasi dengan para narasumber. (Ardi Wina Saputra, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, Universitas Negeri Malang; dan tutor program CLS 2012).