Kupang, Kompas
Dampak perubahan iklim di Nusa Tenggara Timur (NTT), antara lain, kekurangan hujan selama Oktober-Desember disertai kemunduran awal musim hujan (sampai dua bulan), menyisakan panjang musim hujan 2-3 bulan, dan masalah hujan ”tipuan”. ”Akibat perubahan pola hujan, sejumlah kearifan lokal berkaitan dengan siklus pertanian di NTT berubah, termasuk pola ketahanan pangan,” kata Ludji Michael Riwu Kaho, dosen Pertanian Universitas Nusa Cendana (Undana), dalam pidato ilmiah wisuda 856 sarjana dan magister bersamaan dengan peringatan 50 tahun Undana, di Kupang, Sabtu (1/9).
Di Waingapu, ibu kota kabupaten Sumba Timur, selama 40 tahun terakhir terdapat 13 tahun di antaranya di mana musim hujan hanya terjadi dua bulan. Ini berpengaruh pada hasil pertanian setempat. ”Produksi jagung dan umbi-umbian bagi setiap keluarga mengalami penurunan setiap tahun karena El Nino. Setiap terjadi anomali cuaca, pengurangan produksi pertanian akan makin besar,” ujar Riwu Kaho.
Peran serta Undana terkait pemanasan global dinilai masih jauh dari harapan. Karena itu, ke depan semua penelitian perlu lebih fokus dan punya pemetaan yang jelas.
Gubernur NTT Frans Lebu Raya mengatakan, NTT selalu dihadapkan sejumlah masalah yang terus menumpuk. Masalah-masalah itu membutuhkan penelitian atau riset serta kalangan sarjana dan magister memberikan solusi.
”Kalau sebelumnya NTT dihadapkan pada masalah rawan pangan, gagal panen, bencana longsor, kesehatan, dan mutu pendidikan yang rendah, sekarang dan yang akan datang NTT dihadapkan dengan masalah pemanasan global. Masalah-masalah ini menjadi sebuah tantangan bagi kaum akademisi, cendekiawan, serta peneliti dan pemerhati lingkungan. Kita dipanggil untuk berpartisipasi mengatasi pemanasan global yang ada dengan menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar,” kata Lebu Raya.
Rektor Undana Frans Umbu Datta mengingatkan wisudawan agar terus berkreasi, berinovasi, dan berdedikasi dalam mengembangkan pengetahuan yang dimiliki bagi kesejahteraan masyarakat.