Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengampanyekan Antibullying

Kompas.com - 27/09/2012, 03:30 WIB

Oleh Ester Lince Napitupulu

Awalnya, Diena Haryana yang bergiat dalam pengembangan sumber daya manusia di sejumlah perusahaan tak mengenal istilah ”bullying”. Saat mengetahui seriusnya dampak ”bullying”, terutama di lingkungan sekolah, ia terpanggil mengampanyekan ”antibullying”.

Hal itu diawali saat Diena mengadakan pemetaan kebutuhan sekolah di empat SMA di Jakarta tahun 2003. Ia menemukan kasus kekerasan, seperti ketakutan adik kelas kepada kakak kelas dan guru ”kejam” di sejumlah sekolah. Kekerasan itu terutama merebak dalam kegiatan masa orientasi sekolah (MOS).

Ia mendapat cerita anak yang dipalak di toilet. Anak perempuan yang ”diculik” kakak kelas, dibawa ke suatu tempat, diintimidasi dengan kata-kata yang menjatuhkan mental si korban.

”Ketika kami cek silang dalam focus group discussion (FGD) dengan guru, terbongkarlah kekerasan yang terjadi, terutama dalam MOS,” katanya.

Kenyataan yang mengancam generasi muda itu membuat dia merasa harus berbuat sesuatu. ”Ketika saya ceritakan kepada teman, orang Inggris, dia bilang kekerasan semacam itu disebut bullying. Bullying menjadi perhatian ahli pendidikan dan psikologi di luar negeri, buku dan kajiannya pun banyak,” ujar Diena yang mempelajari psikologi terapan.

Ia belajar soal bullying saat berlibur di Inggris dan bertemu Andrew Mellor, aktivis antibullying dan pendiri Antibullying Network dari Universitas Edinburgh, Skotlandia.

Dalam buku Bullying: Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak yang ditulis tim Yayasan Sejiwa, bullying dimaknai situasi di mana terjadi penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan seseorang/sekelompok. Ini bisa berarti fisik dan mental.

Bentuk bullying bisa kekerasan fisik (menampar, menendang), verbal (menghina, memaki), ataupun mental (mengancam, mempermalukan). Keresahannya makin menjadi karena pendidikan di Indonesia membiarkan kekerasan, sampai ada korban jiwa.

Dukungan guru dan pemerintah terhadap MOS sering disalahgunakan sebagai ajang bullying dari senior terhadap yunior. Ini membuat Diena semakin teguh mengampanyekan antibullying bersama relawan dari berbagai kalangan. Ia mengajak sekolah meniadakan bullying dalam MOS dan menggantinya dengan kegiatan bersama antara kakak dan adik kelas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com