Jangan Ada Lagi Balas Dendam...

Kompas.com - 28/09/2012, 10:23 WIB
Antony Lee

Penulis

Ari (30-an), ibu guru bidang studi Geografi di SMA Yayasan Karya 66, mengaku terkejut mengetahui muridnya tewas akibat disabet dengan celurit. Ia tidak menyangka karena Deni dikenal sebagai anak yang tidak suka keributan.

”Kalau prestasi sekolah sedang-sedang saja, tetapi tidak pernah diomelin di sekolah,” kata Ari yang selama hampir dua tahun mengajar Deni.

Sasaran acak

Saat kejadian, Rabu siang, Deni tidak ikut dalam tawuran pelajar, tetapi ia jadi sasaran ”acak” karena permusuhan antara siswa SMK Satya Bakti dan SMA Yayasan Karya 66. Dua sekolah yang sama-sama berada di Jakarta Timur. Beberapa siswa yang ditanyai mengaku tidak tahu akar persoalan konflik itu.

Rabu itu, Deni dalam perjalanan pulang sekolah bersama dua temannya, Zaki dan Petra, di Jalan Saharjo, Jakarta Selatan. Ada pula beberapa siswa SMA Yayasan Karya 66 yang berada di bus yang sama dengan mereka.

Saat bersamaan, ada beberapa siswa SMK KZ sedang nongkrong. Tiba-tiba terjadi saling melempar batu. Siswa SMA Yayasan Karya 66 turun dari bus dan lari, tetapi mereka dihadang siswa SMK KZ yang berada di belakang mereka (Kompas, 27/9).

”Deni mau menolong saya...,” gumam Petra, yang berada hanya beberapa langkah dari liang kubur Deni. Air matanya meleleh tak henti, membuat kedua pipinya begitu basah.

Petra berpostur kurus dan tidak terlalu tinggi. Di sela-sela isak tangis, ia kembali mengulang gumaman, bagaimana Deni menolong, menyelamatkan nyawanya, tetapi justru kehilangan nyawa. Bu Ari mengusap punggung Petra, berusaha menenangkan anak didiknya itu.

Evi (40-an), ibunda Petra, juga hadir dalam upacara pemakaman itu. Ia melihat putranya dari kejauhan. Menurut dia, sejak Deni tewas, Petra terus bersedih, menangis. Ia tak mau berbicara banyak dengan ibunya.

”Setelah kejadian, saya sempat telepon Petra, menanyakan Deni. Namun, ia hanya bilang, ’Karena menyelamatkan Kakak (Petra), dia kena. Jangan telepon Kakak lagi’,” kata Evi.

Menurut Evi, beberapa teman Petra menuturkan bahwa saat dikejar, Petra terjatuh. Deni sudah berlari lebih dahulu. Celurit yang disabetkan AU awalnya hendak ditujukan kepada Petra, tetapi Deni yang berpostur tinggi besar melindungi temannya. Sabetan celurit itu yang kemudian bersarang di tubuhnya dan merenggut nyawa Deni.

”Dia memang orangnya perhatian dan melindungi,” tutur Indah (19), mahasiswi jurusan manajemen di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta yang juga teman dekat Deni.

Pemimpin Yayasan Karya 66, Binsar E Hutabarat, mengaku tak habis pikir, bagaimana siswa yang tidak bermasalah bisa ikut jadi korban balas dendam tawuran. ”Saya prihatin,” ujarnya.

Ia mengakui, setahun lalu terjadi tawuran antara SMA Yayasan Karya 66 dan SMK KZ. Namun, manajemen sekolah sudah menetralkan suasana.

Semoga saja mata rantai dendam itu bisa diputus sehingga tak lagi ada Deni berikutnya.... (Antony Lee)


Berita terkait peristiwa ini dapat diikuti dalam topik "Tawuran Berdarah"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau