JAKARTA, KOMPAS.com - "Jakarta sekarang pemimpinnya sudah baru, jadi Jakarta baru harus tanpa tawuran, setuju?" demikian seru Arman Zakaria.
Pertanyaan bernada seru ini dilontarkan dalam diskusi publik dan deklarasi anti tawuran pelajar di SMA Negeri 54 Jakarta Timur, Jumat (5/10/2012) sore. Lebih dari 100 siswa perwakilan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SMA-SMK-MA se-DKI Jakarta ikut berdiskusi dan mendeklarasikan anti tawuran menyusul berulangnya kembali aksi kekerasan dan tawuran antarpelajar di Jakarta, bahkan hingga memakan korban jiwa.
Salah satu poin deklarasi berbunyi 'Jakarta baru adalah Jakarta tanpa tawuran'. Arman, Ketua Forum Komunikasi Komite Sekolah (FKKS) DKI Jakarta, mencatat tawuran, antarpelajar maupun warga, kerap terjadi di Jakarta. Dalam periode waktu tertentu, tawuran bisa terjadi setiap pekan. Arman mengungkapkan harapan agar warga Jakarta, khususnya para pelajar, hidup dengan harmonis. Ini menjadi pekerjaan baru dari pasangan gubernur dan wakil gubernur terpilih DKI Jakarta, Joko Widodo dan Basuki Tjahja Purnama.
"Sebagai bagian warga Jakarta, sudah seharusnya ini menjadi tugas bersama kita. Mari kita tolak dengan keras segala bentuk kekerasan dan tawuran antar pelajar dalam bentuk dan alasan apapun," ungkapnya mengutip bunyi deklarasi antitawuran yang sebelumnya dibacakan oleh perwakilan OSIS dari berbagai sekolah tersebut.
Semua pihak, lanjutnya, harus gencar bekerja sama untuk akan memberantas aksi tawuran pelajar. Tak hanya perlu dilakukan pihak sekolah, tetapi juga orangtua, aparat, dan masyarakat bekerja sama menjamin kenyamanan masyakarat Jakarta.
Diskusi publik itu rencananya akan dihadiri Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto, serta tokoh pendidikan Arief Rachman, namun Arman hanya didampingi anggota Komisi E DPRD DKI Dwi Rio Sambodo dan Ketua Gerakan Pelajar DKI Muhammad Hatta. Hatta menambahkan deklarasi ini bisa menjadi awal baru bagi pelajar untuk menolak tawuran secara besar-besaran.
Fungsi anggaran
Forum ini juga menyayangkan karena peningkatan anggaran pendidikan belum juga mampu menunjukkan dampak signifikan pada kecerdasan mental dan intelektual peserta didik. Menurut Hatta, hal itu terjadi lantaran belum tepatnya alokasi dana dan program yang dijalankan oleh pemerintah.
"Anggaran meningkat hanya menyentuh pada akses pendidikan. Padahal tawuran ini terkait dengan sistem pembelajaran dan evaluasi yang tidak memberi ruang bagi berkembangnya nalar," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.