Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekolah Ramah Anak Atasi Tawuran

Kompas.com - 19/10/2012, 16:24 WIB
Suhartono

Penulis

Selain itu, tambah Musliar, dengan penataan kurikulum, pelajaran akan ditekankan kembali pada pelajaran mengenai sikap dan budi pekerja, selain juga kemampuan dan pengetahuan.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Taufik Yudi Mulyanto mengatakan, untuk mencegah terjadinya tawuran, pihaknya tengah membangun simpul-simpul hubungan antarsekolah. Memang tak mudah, tapi tidak boleh bosan untuk membangun hal itu.

Terkait sanksi, Taufik menyatakan, sanksi yang pertama diarahkan kepada sekolah karena memiliki kewenangan dan otonomi. ”Jika terulang lagi, sekolah akan kami beri sanksi. Persoalannya, selama ini standar sekolah berbeda-beda menangani tawuran. Ini yang akan disamakan. Dari sanksi yang sudah dijalankan berupa teguran lisan, selanjutnya bisa menyangkut akreditasi sekolah.”

Menurut Taufik, setelah tahapan sanksi teguran, administratif, dan pidana berjalan, peninjauan akreditasi sekolah akan dilakukan.

Peran negara

Pengamat sosial budaya Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, mengatakan, salah satu penyebab utama tawuran adalah adanya identitas dan tradisi turun-temurun. Ini terlihat dari pola tawuran yang biasa terjadi di antara dua atau lebih sekolah yang memendam ketegangan lama.

”Perselisihan yang menahun atau bahkan bertahan puluhan tahun itu terwariskan ke generasi selanjutnya dengan pewarisan sense of identity,” ujarnya.

Sebagai contoh, di salah satu sekolah yang sering tawuran di Jakarta, nyaris semua anaknya mengenal bagaimana cara menggunakan gesper sebagai senjata untuk menyerang lawannya. Jadi, ada tradisi kekerasan yang terwariskan dengan kuat secara turun-temurun.

”Di sekolah lain, saya pernah menemukan para alumninya membanggakan sekolahnya dulu berani menyerang sekolah-sekolah lainnya dan disegani karena ketangguhan fisiknya. Ini menunjukkan bahwa kekerasan menjadi cara membuktikan diri dan identitas,” ujar Devie.

Inilah yang menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Badriyah Fayumi, sudah melebih batas-batas toleransi. Maka, kasus tawuran sungguh menyedihkan dan memprihatinkan semua pihak. Padahal, negara belum memiliki sistem untuk menangani tawuran yang terus-menerus terjadi dan meminta korban jiwa.

”Bukan hanya soal tewasnya siswa dan mahasiswa, tetapi juga tawuran yang terjadi di dunia pendidikan yang seharusnya mengedepankan kecerdasan dan intelektual. Oleh sebab itu, sekolah ramah anak harus menjadi solusi bagi penyelesaian kasus tawuran. Sekolah harus menjadi rumah besar di mana anak didik dan guru serta orangtua bersentuhan dan tak ada kekerasan apalagi diskriminasi. Sekolah yang menumbuh kembangkan dan mendengarkan pendapat anak,” kata Badriyah, Kamis (18/10).

Hal senada diperkuat Wakil Ketua KPAI Asrorun Ni’am Sholeh. Negara harus hadir untuk menghentikan kasus tawuran yang sudah keterlaluan itu. ”Hanya dengan sekolah ramah anak, kita harapkan tawuran diminimalisasi,” harapnya. (doe/ndy)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com