KOMPAS.com — Jarum jam merujuk pukul 08.10, tetapi belum ada seorang guru pun tampak di kelas jauh SDN Gobang 4, di Kukuk Sumpung, Desa Gobang, Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (7/11/2012). Puluhan siswa yang menunggu pun mulai gelisah dan minta pulang.
”Ayo, semua masuk kelas,” kata Supiyadi, penjaga sekolah.
Pagi itu, siswa kelas I dan II masuk ke ruang kelas di sisi kanan, sedangkan siswa kelas III masuk ke ruang lain. Hanya ada dua ruang kelas di sekolah itu sehingga 120 siswa kelas I hingga VI dibagi masuk pagi dan siang. Kelas ini merupakan bagian dari SDN Gobang 4 yang letaknya terpisah sehingga disebut kelas jauh.
Setelah siswa berada di kelas, Supiyadi menuju ke lemari buku reyot. Ia mengambil buku pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas II dan Matematika kelas I.
Supiyadi, yang hanya mengenyam pendidikan hingga kelas II SMP, kemudian menyalin salah satu bab di buku IPA, mengenai tempat hidup tumbuhan, di sisi kiri papan tulis. Sesudah itu, ia mengambil buku Matematika dan menulis di sisi kanan papan tulis latihan lambang bilangan.
Sebagian siswa kelas I dan II sibuk menyalin. Namun, suasana kelas jauh dari terkendali. Beberapa murid berjalan-jalan di kelas.
Di ruang sebelah, siswa kelas III sibuk dengan ”dunia”-nya sendiri tanpa pengajar. ”Sejak Senin enggak ada guru datang. Mungkin karena musim hujan. Licin jalan ke sini,” kata Supiyadi.
Di kelas jauh itu hanya ada dua guru yang diperbantukan. Ruang kelas yang ada pun seadanya, dengan kaca-kaca jendela pecah dan salah satu pintu kelas lepas. Meja dan kursi sudah reyot dan rusak.
Menurut Supiyadi, dua pekan lalu, selama empat hari berturut-turut dua guru yang ada tidak hadir. Kadang ada satu guru hadir, satu lainnya tak datang. Saat guru tak hadir, Supiyadi yang menerima honor Rp 300.000 per bulan itu pun menggantikan mereka mengajar.
Kemarin, baru sekitar pukul 08.30, Yunengsih (22), guru kelas jauh, datang. Ia kemudian menangani siswa kelas III. Lalu, sesekali ia masuk ke kelas I dan II. Yunengsih terlambat datang lantaran menunggu kondisi jalan menuju Kukuk Sumpung membaik setelah diterpa hujan deras.
”Saya bawa sepeda motor sendiri jadi harus hati-hati. Kalau naik ojek, honor Rp 500.000 sebulan enggak cukup,” kata Yunengsih. Honor itu pun tak selalu dibayarkan tepat waktu.
Akses menuju Kampung Kukuk Sumpung dari jalan utama Desa Gobang sepanjang 5 kilometer berupa jalan setapak dari batu dan semen dengan lebar tak sampai 1 meter. Sebagian berlubang, sebagian masih tanah. Kondisi ini diperparah kontur tanah berkelok dan menanjak dengan satu sisi berada di tepi tebing berketinggian lebih dari 10 meter.
”Enggak kehitung berapa kali saya jatuh naik sepeda motor ke sekolah. Saya hanya berharap bisa diangkat menjadi PNS. Harus sabar,” tutur Yunengsih.
Ironi pendidikan
Kondisi kelas jauh SDN Gobang 4 di Kukuk Sumpung menjadi ironi di tengah upaya pemerintah meningkatkan sumber daya manusia lewat wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Sekolah ini hanya berjarak 60 kilometer dari pusat pemerintahan di Jakarta.
Padahal, dengan segala kekurangan, kelas jauh itu jadi tumpuan harapan anak-anak Kampung Kukuk. Sebelum kelas jauh dibuka tahun 2010, mayoritas anak-anak tak sekolah.