Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyiapkan Ahli Mesin Madya

Kompas.com - 20/11/2012, 09:54 WIB
Ester Lince Napitupulu, Sri Rejeki

Penulis

KOMPAS.com - Sejak di bangku sekolah, siswa SMK Katolik Santo Mikael Surakarta yang fokus pada teknik permesinan diajari untuk menghayati dinamika dunia industri. Para siswa menjalani praktik kerja dengan tuntutan standar kompetensi dan kualitas yang berlaku di dunia industri, termasuk menjalani praktik kerja di bengkel hingga malam hari.

Dalam praktikum, sekolah memberlakukan satu siswa satu mesin. Dengan demikian, siswa menguasai tiap kompetensi maksimal. Tak heran, lulusan sekolah khusus siswa laki-laki ini menjadi incaran banyak perusahaan besar.

Tahun 2010, hanya 12 perusahaan yang mendapat tenaga kerja lulusan SMK St Mikael dari 33 perusahaan yang mengajukan permohonan. Tahun berikutnya, 13 perusahaan yang dapat dari 34 perusahaan yang mengajukan perekrutan.

”Tahun lalu, satu siswa bisa memilih enam perusahaan. Tetapi, kami mengajarkan siswa untuk konsekuen dengan pilihannya. Jangan meninggalkan pekerjaan yang dipilih karena merasa banyak yang butuh,” kata Yohanes Margono, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan.

Tiap tahun makin banyak siswa yang melanjutkan kuliah. Umumnya, mereka memperdalam keahlian di Akademi Teknik Mesin Industri (ATMI) Surakarta yang berada satu lokasi dengan sekolah. Ada pula yang berwirausaha di bidang mesin.

Wisnu Haryanto, Workshop Manager dan Wakil Kepala Sekolah Kurikulum Praktik, menuturkan, SMK St Mikael menerapkan sistem blok, satu minggu teori dan satu minggu praktik. Para siswa digilir untuk merasakan praktik pada pagi atau malam hari. ”Supaya siswa tidak kaget dengan dunia kerja,” kata Wisnu.

Modul dikembangkan secara serius dan tiap tahun diperbaharui sehingga adaptif terhadap perkembangan dunia industri. Berbagai masukan dari siswa, orangtua, masyarakat, dan dunia usaha dipertimbangkan untuk bisa meningkatkan pembelajaran di sekolah.

Pembelajaran di sekolah ini, terutama praktik, berdasarkan produksi. Ini upaya sekolah menjadi teaching factory. Saat praktik kerja, siswa kelas X difokuskan untuk mendalami soal kualitas. Siswa bisa belajar mengikir sambil berdiri serta tidak boleh makan/minum hingga lima jam sehari. Jika hasilnya belum sesuai standar, siswa harus mengulang pekerjaannya.

Di kelas XI, siswa diajar menghayati efisiensi. Siswa dikenalkan dengan modul permesinan dasar dengan memakai alat kerja mesin bubut, frais, gerinda alat potong, dan laboratorium computer numerical control (CNC) simulasi.

Di kelas XII, siswa diarahkan untuk berproduksi. Sekolah ini rutin memproduksi berbagai peralatan untuk kebutuhan industri bekerja sama dengan ATMI.

Wisnu mengatakan, kemampuan siswa bekerja dengan teknologi tinggi diajarkan agar menjadi nilai tambah dalam meraih peluang kerja di industri. Siswa disiapkan menguasai keterampilan menggunakan perkakas konvensional dan CNC serta perancangan produksi melalui keterampilan menggambar secara manual ataupun dengan komputer.

Bangun karakter

Albertus Murdianto, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, mengatakan, sekolah yang didirikan tahun 1962 ini memiliki visi untuk menjadi pusat pendidikan teknik unggul dalam mewujudkan 9C, yakni competence, conscience, compassion, communicative, cooperative, commitment, creativity, capability, dan caring. Untuk itu, pendidikan tidak hanya mengedepankan penguasaan akademik seperti pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga pembentukan sikap dan nilai-nilai siswa.

Pada sekolah yang menjadi anggota Indonesia German Institute (IGI) Alliance sejak 2003 ini, nilai-nilai diperkenalkan dan dibiasakan dalam keseharian siswa.

Pelanggaran di sekolah diberi sanksi dalam bentuk poin. Semakin banyak pelanggaran dan semakin serius pelanggaran, poin siswa makin besar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com