Bahasa Daerah Harus Masuk Kurikulum 2013

Kompas.com - 07/01/2013, 19:15 WIB
Ester Lince Napitupulu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelajaran bahasa daerah di Kurikulum 2013 tidak tercantum secara tegas. Bahkan, mata pelajaran muatan lokal yang selama ini salah satunya diisi pelajaran bahasa daerah tidak ada.

 

Untuk itu, Forum Peduli Bahasa Daerah se-Indonesia meminta agar muatan lokal atau bahasa daerah dicantumkan secara eksplisit.

Ketiadaan mata pelajaran muatan lokal bahasa daerah dalam Kurikulum 2013 yang diujipublikkan menimbulkan ketidakpastian ada atau tidaknya pelajaran bahasa daerah di sekolah.

 

Pelajaran bahasa daerah yang diwajibkan di sejumlah daerah dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dilakukan dengan memanfaatkan mata pelajaran muatan lokal (mulok). Akan tetapi, pada struktur Kurikulum 2013 tidak ada mata pelajaran mulok. Yang ada yakni mata pelajaran seni budaya dan prakarya.

 

Desakan agar mulok bahasa daerah ditulis secara eksplisit dalam Kurikulum 2013 disampaikan Forum Peduli Bahasa Daerah se-Indonesia yang diterima Ketua Panitia Kerja (Panja) Kurikulum Komisi X DPR Utut Adianto di Jakarta, Senin (7/1/2013).

Forum Peduli Bahasa Daerah se-Indonesia ini terdiri dari 59 institusi seperti guru bahasa daerah, himpunan mahasiswa bahasa daerah, perguruan tinggi yang mengajarkan program studi bahasa daerah, sekolah, hingga komunitas budaya dari berbagai daerah di Indonesia.

 

Belajar bahasa daerah sama pentingnya dengan ilmu pengetahuan yang lain. Karena itu, pelajaran bahasa daerah tetap perlu dimasukkan dalam struktur Kurikulum 2013 secara nasional.

"Adanya pengakuan pada pelajaran bahasa daerah menunjukkan pengakuan bangsa ini untuk menjaga keanekaragaman bahasa yang merupakan bagian dari budaya dan jati diri bangsa," kata Dingding Haerudin, Ketua Jurusan Bahasa Sunda di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung yang juga Ketua Rombongan Forum Peduli Bahasa Daerah se-Indonesia.

 

Suwardi Endraswara dari Forum Ketua Jurusan dan Kepala Program Studi Pengelola Bahasa, mengatakan gerakan masyarakat yang peduli pada eksistensi bahasa daerah dari berbagai daerah di Indonesia ini akibat Kurikulum 2013 yang abu-abu dalam mengatur pelajaran bahasa daerah dengan tidak mencantumkan mulok bahasa daerah. Selain itu, bahasa daerah pun kemungkinan diintegrasikan dnegan pelajaran lain seperti seni budaya dan prakarya. 

 

"Bahasa daerah tetap perlu berdiri sendiri. Kita harus berpihak untuk mengembangkan bahasa daerah supaya eksistensinya tetap ada, sejalan juga dengan penguasaan pada bahasa Indonesia dan bahasa internasional," kata Suwardi.

 

Reni Marlinawati, Anggota Komisi X, mengatakan eksistensi bahasa daerah lewat lembaga pendidikan harus didukung. Untuk itu, Panja Kurikulum Komisi X DPR sedang mengkaji Kurikulum 2013, termasuk pelajaran bahasa daerah.

 

Dukungan pada eksistensi bahasa daerah agar tetap ada dalam Kurikulum 2013 sepertinya keinginan kita semua, termasuk DPR. "Kami akan perjuangkan supaya pemerintah menegaskan keberpihakan pada pembelajaran bahasa daerah di sekolah," kata Reni. 


Tak mau ketinggalan informasi seputar pendidikan dan beasiswa? Yuk follow Twitter @KompasEdu!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau