”Persoalan itu bisa dikikis lewat pendidikan sebab manusia yang diberi akal dan pikiran untuk mengatasi persoalan, serta memanfaatkan seluruh karunia ilahi di jagat raya ini,” ujar Muzani. Untuk membuka wawasan warga itu diperlukan penggerak dan Muzani memilih menjadi pionir.
Untuk itu, dia rela melepas jabatannya sebagai manajer sebuah koperasi simpan-pinjam. Dia juga meninggalkan kursi Kepala Urusan Pemerintahan Desa Rempung dan rela ”putus kuliah” pada semester VI Institut Agama Islam Hamzanwadi, Pancor, Lombok Timur.
Ia memilih berkiprah di dunia pendidikan meski banyak warga kampung yang menganggapnya ”orang gila” karena ide-idenya bagaikan menggantang asap atau omong kosong. Lewat pendekatan dari hati ke hati, warga pun tersentuh. Apalagi Muzani mampu membalikkan logika ”orang gila” itu dengan hasil yang konkret.
Kini, malah warga yang semula ”bersuara miring” justru ikut belajar di pondok Muzani. Bahkan, mereka bersedia mengeluarkan jimpitan dan zakat demi kelangsungan lembaga pendidikan tersebut.
Dari zakat beras itu terkumpul 1 kuintal beras per tahun ditambah dari jimpitan beras 25 kilogram setahun. Hasil zakat dan jimpitan itu dibagi untuk keperluan sekolah dan honor bagi 20 guru.
Saat ini, hasil kerja Muzani sudah dilihat banyak orang. Muzani pun kini mulai mengikuti saran banyak orang, seperti mengajukan proposal agar sekolahnya didaftar secara formal di instansi terkait, sekaligus mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Mengenai penghasilan untuk menghidupi keluarganya, Muzani mengaku tidak memiliki pekerjaan tetap. Dia yakin Tuhan memberikan karunia kepada umat-Nya, lewat usahanya sebagai penggerak bidang pendidikan di desanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.