Kesepuluh guru honor tersebut, lima orang mengajar di SD Inpres Demondei dan lima orang lagi di SD Watodei, Kecamatan Wotan Ulumado.
Marlinda Deran (27), salah seorang guru honor, ketika dihubungi Minggu (27/1), mengatakan, dia bersama sembilan guru lain sudah tiba di Makassar dan sedang menunggu perjalanan lanjutan dengan kapal Sirimau ke Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur.
”Dari Nunukan, kami tinggal menyeberang ke Tawau, Malaysia,” kata Deran yang sebelumnya mengajar di SD Inpres Demondei, Kecamatan Wotan Ulumado, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur.
Deran mengatakan, mereka terpaksa menjadi tenaga kerja wanita (TKW) ilegal karena kecewa sudah mengajar rata-rata enam tahun tetapi tak pernah mendapat honor. Ia berharap kemungkinan itulah salah satu syarat yang harus ditempuh untuk menjadi calon pegawai negeri
”Namun, lima kali ikut tes CPNS tidak pernah berhasil karena keluarga kami tak ada yang menjadi pejabat di daerah. Kami juga tidak sanggup jika harus membayar puluhan juta rupiah agar lolos menjadi CPNS,” kata Deran menyampaikan suara teman-temannya.
Deran mengatakan, mereka yang lolos menjadi guru CPNS bukanlah warga desa setempat dan sangat jarang datang ke sekolah dengan alasan lokasinya terlalu jauh. Untuk kegiatan belajar-mengajar terpaksa diserahkan ke guru honor.
Di SD Inpres Demondei, misalnya, hanya ada dua PNS, yakni kepala sekolah dan guru bidang studi Pendidikan Jasmani. Kedua guru PNS ini dibantu lima guru honor.
”Namun, kami tidak pernah diberi honor dengan alasan dana BOS (bantuan operasional sekolah) tidak boleh dipakai untuk honor guru,” kata Deran.
Padahal, sebagai anak sulung dari enam bersaudara, ia perlu uang untuk membiayai kebutuhan sekolah adik-adiknya.