jakarta, kompas
Di sisi lain, buku pelajaran sedang disusun, sedangkan Kurikulum 2013 sampai saat ini masih dalam penyempurnaan setelah mendapat masukan dari hasil uji publik.
Hal itu mengemuka dalam rapat dengar pendapat panitia kerja kurikulum Komisi X DPR RI dengan kalangan akademisi, Senin (28/1) di Jakarta.
Direktur Politeknik Media Kreatif Jakarta Bambang Wasito Adi mengingatkan, buku ajar merupakan hasil terjemahan dari kurikulum. Ini berarti buku ajar yang baru belum bisa ditulis jika kurikulum yang baru juga belum 100 persen selesai.
”Logikanya, rujukan penulis buku ajar itu kurikulum. Padahal, kurikulumnya belum selesai. Saya khawatir kualitasnya tidak akan bagus,” kata Bambang.
Irene Astuti, dosen Politeknik Media Kreatif Jakarta yang pernah diminta pemerintah menjadi narasumber penulisan buku pelajaran, menduga, buku yang baru ditulis hanya berdasarkan interpretasi penulis. Ia juga mengingatkan perlunya lembaga yang menilai kelayakan sebuah buku pelajaran dengan menilainya secara obyektif.
”Badan Standar Nasional Pendidikan harus obyektif dan menerapkan standar yang ketat saat menilai kualitas buku pelajaran,” ujarnya.
Bambang khawatir penulisan buku ajar kali ini akan di bawah standar. Apalagi, pemerintah belum memiliki manajemen penulisan, penerbitan, produksi, dan distribusi yang baik. Hal ini wajar karena pemerintah selama ini hanya membeli buku dari penerbit dan menyerahkan proses distribusinya pada penerbit.
”Pemerintah pernah menulis buku teks pada tahun 1975, tetapi kemudian penulisan buku diserahkan pada mekanisme pasar,” kata Bambang.